Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Spektrum Ramadhan di Penjuru Dunia

Kompas.com - 23/07/2013, 10:20 WIB

Muh. Ma'rufin Sudibyo*

KOMPAS.com - Bulan suci Ramadhan 1434 H tidak hanya disambut semarak penduduk Indonesia yang mayoritas Muslim (87,2 % berdasarkan sensus penduduk 2010). Segenap penjuru dunia baik di negara-negara Islam/berpenduduk mayoritas Muslim maupun komunitas Muslim di negara-negara lainnya juga menyambutnya dengan semarak.

Seperti yang terjadi di Indonesia, Indonesia, perbedaan dalam menentukan awal Ramadhan 1434 H pun terjadi khususnya dalam konteks antar-negara, dengan penyebab yang beraneka ragam.

Dalam catatan ICOP (International Crescent Observation Project) dan MCW (Moonsighting Committee Worldwide), spektrum awal Ramadhan 1434 H di dunia terpetakan dalam tiga golongan.

Golongan pertama menetapkan 1 Ramadhan pada Selasa 9 Juli 2013 yang umumnya terdiri dari negara Islam/berpenduduk mayoritas Muslim dan komunitas Muslim di Eropa seperti Turki, Bosnia Herzegovina, Kosovo, Kroasia, sebagian Perancis (merujuk Union des Organizations Islamiques de France/UOIF), sebagian Luksemburg, Makedonia, Montenegro, sebagian Rusia, Serbia dan Slovenia. Di luar itu masih ada sebagian Canada dan sebagian AS (merujuk Fiqh Council North America/FCNA) di benua Amerika, Tunisia di Afrika serta sebagian Cina dan Maladewa di Asia.

Sementara, golongan kedua menetapkan 1 Ramadhan pada Rabu 10 Juli 2013. Golongan ini merupakan yang terbesar, terdiri dari seluruh negara Arab baik di Timur Tengah maupun Afrika Utara, kecuali Tunisia. Juga hampir seluruh seluruh negara di Afrika, Eropa, Asia dan Amerika. Secara keseluruhan terdapat 81 negara Islam/berpenduduk mayoritas Muslim dan komunitas Muslim yang memulainya pada tanggal ini. Yang menarik, sebagian warga Muslim Perancis (mengikuti Conseil Francais du Culte Musulman/CFCM), Luksemburg, Rusia, Cina, Canada dan AS juga mulai berpuasa hari itu.

Dan golongan ketiga adalah yang menetapkan 1 Ramadhan pada Kamis 11 Juli 2013, yang hanya meliputi sebagian Bangladesh, India, Pakistan, Selandia Baru dan Fiji. Meski secara resmi menetapkan 1 Ramadhan pada hari itu, sebagian warga Bangladesh telah mulai berpuasa sejak sehari sebelumnya.

Saudi Arabia

Saudi Arabia sendiri memutuskan mulai berpuasa Ramadhan pada Rabu 10 Juli 2013, keputusan yang kemudian diikuti oleh banyak negara Islam/berpenduduk mayoritas Muslim dan komunitas Muslim. Meski demikian, 1 Ramadhan 1434 H di Saudi Arabia sebenarnya jatuh pada Selasa 9 Juli 2013 sehingga negeri itu mulai berpuasa pada 2 Ramadhan. Ini terjadi karena kalender Hijriah (yang murni berdasarkan hisab dengan “kriteria” Ummul Qura) di Saudi Arabia dipisahkan dari puasa Ramadhan (yang dikategorikan sebagai ibadah sehingga penentuannya harus dengan rukyat hilaal), mengingat kalender Hijriah juga berfungsi sebagai kalender sipil yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, kecuali untuk transaksi ekonomi antarnegara yang tetap mengacu kalender Masehi (tarikh Umum).

Pemisahan itu membuat Saudi Arabia menganggap sah-sah saja mulai berpuasa pada 2 Ramadhan, atau bahkan ber-Idul Fitri pada 2 Syawal dan ber-Idul Adha pada 11 Zulhijjah.
Selain merujuk pada keputusan Saudi Arabia, umat Islam di berbagai penjuru juga merujuk pada keputusan Turki dan ECFR (European Council for Fatwa and Research) yang berbasis hisab atas dasar kriteria Istambul, maupun keputusan FCNA yang berdasar hisab dengan “kriteria” Ummul Qura pada titik acuan kota suci Makkah.

“Kriteria” Ummul Qura berbentuk mirip “kriteria” wujudul hilal di Indonesia dengan sedikit penyesuaian, yakni pada Lag Bulan +2 menit. Sementara kriteria Istambul merupakan buah Konferensi Istambul 1978 yang menyatakan awal bulan kalender Hijriah seyogyanya terjadi jika beda tinggi Bulan-Matahari 5 derajat dan elongasi (jarak sudut) Bulan-Matahari 8 derajat pada saat Matahari terbenam dimanapun di muka Bumi sepanjang masih berada dalam lingkup satu tanggal Masehi (Tarikh Umum), sehingga tidak mengacu kepada satu titik saja.

Selain ketiga rujukan tersebut, sebagian kalangan juga mendasarkan keputusannya pada hasil rukyat hilal yang diselenggarakan di tempat masing-masing. Dalam kaitannya dengan rukyat hilal ini, cukup menarik bahwa ICOP memperlihatkan pada Senin 8 Juli 2013 pukul 18:08 waktu Tahiti, lengkungan sabit Bulan telah terdeteksi di Tahiti (Polinesia Perancis) dengan beda tinggi Bulan-Matahari 9,2 derajat dan umur Bulan 20,9 jam.

Dalam konteks tiap negara, maka perbedaan antarkelompok Muslim dalam menentukan Ramadhan 1434 H tak hanya terjadi di Indonesia. Bangladesh pun mengalaminya. Demikian pula komunitas Muslim di Canada, AS dan Cina.

Di lain waktu perbedaan juga kerap terjadi antar komunitas Muslim di Norwegia, Mauritania dan Inggris. Namun dengan Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, maka dinamika di Indonesia nampak amat menonjol. Terlebih jika dibandingkan dengan negara-negara lain dalam satu kawasan, misalnya Malaysia, yang tidak memperlihatkan perbedaan internal.

Konferensi 1884

Spektrum awal Ramadhan 1434 H yang merentang pada tiga hari dan tanggal Masehi (Tarikh Umum) berbeda, di satu sisi bisa dilihat sebagai dinamisnya Umat Islam masa kini dalam menghadapi perbedaan pendapat (khilafiyah). Namun, di sisi lain, hal semacam ini membuat dahi berkerut, mengapa bisa terjadi?

Sebab, meskipun beda pendapat merupakan hal wajar di antara Umat Islam namun menjadi tak wajar jika terpelihara/dipelihara dan terlalu ditonjolkan sehingga mengabaikan kepentingan bersama yang lebih luas. Termasuk dalam hal kalender Hijriah, yang menjadi cerminan dari daya lenting peradaban Islam.

Muncul pula pertanyaan tentang bagaimana peranan suprastruktur seperti OKI (Organisasi Kerjasama Islam) dalam mencari soluasi atas hal ini, khususnya ISESCO (Islamic Educational, Scientific and Cultural Organization)?

Spektrum awal Ramadhan 1434 H tak terlepas dari kegamangan Umat Islam dalam memosisikan kalendernya pada dinamika dunia masakini, khususnya pasca 1884. Saat itu, hampir semua kekuatan adidaya bertemu di Washington (AS) dalam tajuk Konferensi Meridian guna mengharmonisasi kalender Matahari yang sudah meluas penggunaannya. Namun, belum baku sehingga antar negara masih bertikai satu dengan lain terutama dalam garis acuan (garis bujur nol).

Apalagi, tak ada metode obyektif untuk menentukan posisi garis bujur nol. Sangat berbeda dengan metode penentuan garis khatulistiwa yang bisa dilakukan dengan mengacu pada peredaran semu tahunan benda-benda langit. Sedangkan peranan garis bujur nola sangat penting, selain sebagai acuan kalender juga sebagai acuan pembagian zona waktu bagi seluruh permukaan Bumi.

Maka, penentuannya hanya bisa secara subyektif, atas kesepakatan bersama antar manusia. Dan konferensi itu memutuskan dengan cara voting, bahwa garis bujur nol adalah garis imajiner yang melintasi kompleks Observatorium Kerajaan di Greenwich (Inggris). Dan garis sebaliknya, yakni garis bujur 180, dinyatakan sebagai Garis Tanggal Internasional. Dalam konferensi itu Dunia Islam diwakili Turki Utsmani, yang secara mengejutkan menyatakan dukungannya bagi garis Greenwich.

Pasca 1884 terbentuk pemahaman “dunia” (yakni muka Bumi) adalah merentang di antara garis bujur 180 BB hingga 180 BT, yakni kawasan satu hari (Masehi) dan satu tanggal (Masehi) secara global. Pemahaman ini berimplikasi dalam praktik penggunaan kalender Hijriah antarnegara-negara Islam/berpenduduk mayoritas Muslim maupun komunitas Muslim, khususnya setelah ide mengglobalkan kalender Hijriyyah lahir.

Muncul harapan agar seluruh dunia bisa menjalani satu hari dan satu tanggal Hijriah yang sama tanpa terkecuali, sebagaimana yang telah terjadi pada kalender Masehi.

Namun, gagasan ini harus terbentur realitas bahwa kalender Hijriah dan Masehi memiliki perbedaan amat mendasar salah satunya dalam pergantian hari. Bagi kalender Masehi, pergantian hari terjadi pukul 00:00 waktu lokal, saat Matahari rata-rata (bukan aktual) mengalami kulminasi bawah. Kulminasi Matahari, baik atas maupun bawah, selalu terjadi tatkala proyeksi Matahari di persis berada di garis imajiner utara-selatan setempat, atau persis di garis bujur setempat.

Waktu terjadinya kulminasi bawah Matahari di sepanjang satu garis bujur selalu sama sehingga wajar bila pergantian hari Masehi bisa dilakukan mengacu garis bujur saja. Sebaliknya pergantian hari Hijriah terjadi pada saat Matahari aktual terbenam. Dan titik-titik di sepanjang satu garis bujur yang sama tidak mengalami terbenamnya Matahari pada jam yang sama pula. Sehingga sangat sulit untuk menggunakan garis bujur tertentu sebagai acuan bagi pergantian hari Hijriah.

* Muh Ma'rufin Sudibyo, Koordinator Riset Jejaring Rukyatul Hilal Indonesia & Ketua Tim Ahli Badan Hisab dan Rukyat Daerah Kebumen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com