Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilar Demokrasi yang Tak Demokratis?

Kompas.com - 14/06/2013, 02:51 WIB

Di Partai Gerindra, menurut Wakil Ketua Umum Fadli Zon, perekrutan terbuka dilakukan untuk memenuhi kecukupan jumlah caleg. Kader parpol itu diakui hanya memenuhi sekitar setengah dari kebutuhan karena kaderisasi baru mencapai 30 angkatan dengan peserta 300-400 orang. Para pendaftar untuk menjadi caleg itu lalu diwawancara terkait masalah keindonesiaan, pemahaman soal Partai Gerindra, serta kekuatan finansial dan jaringan.

Partai Golkar mengaku kaderisasi dilakukan sudah sangat jauh hari dan siap menyusun daftar bakal caleg. Namun, tak beda dengan parpol lainnya, penyerahan daftar bakal calon anggota DPR dilakukan menjelang tenggat waktu berakhir.

Lambatnya penyerahan daftar nama bakal caleg itu menunjukkan semua proses menunggu persetujuan ketua umum sebagai pemegang kekuasaan di parpol. Diakui atau tidak itu terjadi di semua parpol. Daftar bakal caleg yang dipublikasikan melalui situs resmi KPU makin telanjang menunjukkan betapa banyak keluarga dan kerabat elite yang menduduki nomor urut 1.

Benahi internal parpol

Parpol seakan lupa bahwa masyarakat sama sekali tidak bodoh. Mendapati polah para elite parpol dan sistem yang tak demokratis masyarakat menolak mempercayai parpol. Bahkan, masyarakat semakin pragmatis dan apatis.

Karena itu, menurut Ramlan, satu-satunya jalan adalah pembenahan internal parpol. Sebagai badan publik semestinya pengelolaan parpol tidak saja menjamin pembuatan keputusan yang transparan, tetapi juga seleksi kandidat dan pemimpin melibatkan anggota biasa serta kalangan sosial marjinal. Partisipasi luas anggota parpol, termasuk dalam menyampaikan pendapat berbeda, juga perlu dilembagakan. Dengan demikian, perbedaan pandangan tidak diselesaikan dengan saling menyingkirkan.

Di sisi lain pengurus parpol wajib mendengarkan masukan para anggota fraksi di lembaga legislatif sebelum membuat keputusan terkait suatu kebijakan. Sebab, anggota legislatif terpilih merupakan wakil rakyat yang wajib menyuarakan aspirasi konstituennya.

Tak hanya itu, sumber keuangan partai semestinya dari tiga sumber yang berimbang, yakni iuran anggota, sumbangan wajib kader, serta dana publik dan dana swasta yang tidak mengikat. Selanjutnya keuangan parpol dikelola secara transparan dan akuntabel.

Akan tetapi, parpol yang bisa memberi contoh-contoh baik, beretika, dan menegakkan tujuan-tujuan politik tampaknya masih dalam mimpi seperti disampaikan Mochtar Pabottingi, pengamat politik yang baru saja pensiun dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Namun, dia tak kehilangan harapan. Dia tetap berharap ada partai yang integritasnya teruji puluhan tahun sebelum masuk kekuasaan serta menghasilkan perundangan dengan rasionalitas dan integritas tinggi. Namun, apakah sudah ada parpol yang mulai melangkah ke sana dan tak lagi sekadar silau dengan kekuasaan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com