Ia menolak tudingan bahwa PKS telah melanggar kontrak koalisi terkait penolakan terhadap rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi.
Kini, pernyataan yang sama juga dilontarkan elite PKS. Meski berada dalam barisan koalisi, mereka tak ingin "membeo" dengan kesepakatan koalisi. Jika dikeluarkan, maka keputusan itu harus datang dari Presiden SBY.
Bagaimana ending-nya?
Desakan untuk mengeluarkan PKS dari koalisi kini kembali diungkapkan elite partai koalisi lainnya. Wakil Ketua Umum Agung Laksono meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pimpinan koalisi menertibkan dan mendisiplinkan PKS. Elite Demokrat lebih garang lagi, PKS seharusnya mundur dengan kesadaran sendiri. Seperti yang lalu-lalu, bola diserahkan kepada SBY. Kira-kira, apa langkah yang akan diambil SBY kali ini?
"Wah sulit menebak langkah SBY. Tingkat kesulitannya sama dengan menebak mau ke arah mana bajaj di Jakarta berbelok," kata Peneliti Senior Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi kepada Kompas.com, Rabu (12/6/2013).
Kandidat PhD bidang politik di Australian National University itu memprediksi, SBY kemungkinan tak akan mendepak PKS dari koalisi. Akan tetapi, bisa saja mengurangi kursi menteri yang kini dijabat kader PKS. Ada tiga kementerian yang saat ini menjadi "jatah" PKS.
"PKS tetap dipertahankan, tapi jatah menterinya dikurangi. Itu akan membuat PKS serba salah. Jika SBY memecat PKS dari koalisi, justru itu yang ditunggu PKS dengan sukacita. Strategi usang sebagai pihak terzalimi akan dikapitalisasi PKS. SBY sadar itu," papar Burhanuddin.
Sindiran sudah dilayangkan SBY pada rapat kabinet yang berlangsung pada Rabu kemarin di Kantor Presiden, Jakarta. Ia mengajak elite politik Indonesia untuk menomorduakan kepentingan politik praktis terkait pembahasan rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Presiden mengajak seluruh komponen bangsa menjaga perekonomian Indonesia.
"Dengan kerendahan hati, saya mengajak sahabat-sahabat saya, para elite politik, untuk menomorduakan kepentingan politik praktis, kepentingan politik menjelang Pemilu 2014. Marilah kita menomorduakan itu," kata Presiden.
Entah prediksi mana yang benar untuk melihat bagaimana akhir keributan "rumah tangga" koalisi kali ini. Yang pasti, bersiap saja untuk kembali mendengar lagu yang sama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.