Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masa Depan Tanggung Jawab Anak Muda...

Kompas.com - 08/06/2013, 03:38 WIB

Peserta lain, Candra, mahasiswa asal Kabupaten Bantul, mengakui, ”Yogyakarta tak memiliki sumber daya alam yang besar seperti daerah lain. Satu-satunya kekuatan adalah kebudayaan. Jika kekuatan budaya ini mulai memudar, tidak ada lagi kekuatan Yogyakarta. Kita harus mampu membangun kebudayaan Yogyakarta sehingga bisa menjadi magnet yang bernilai.”

Budayawan Butet Kartaredjasa, sebagai mitra dialog, menyatakan, dalam perjalanan sejarah, Yogyakarta memang merupakan habitat kebudayaan. Kebudayaan bukan hanya kesenian, melainkan juga tentang bagaimana manusia membangun peradaban untuk kemuliaan bangsanya. Ki Hadjar Dewantara sesungguhnya seorang politisi sebab mendirikan Indische Partij. Namun, dia di Yogyakarta juga mendirikan sekolah Taman Siswa yang mendidik anak bangsa hingga kini. Ki Hadjar sudah melakukan tugas kebudayaan yang mewarnai Yogyakarta.

Dokter Sutomo, lanjut Butet, tugasnya terkait medis, kesehatan. Namun, ia melakukan gerakan kebudayaan dengan kegiatan sosialnya. Demikian pula KH Ahmad Dahlan, sebagai rohaniwan, juga membangun lembaga pendidikan, rumah sakit, dan lainnya. Rohaniwan lain, seperti Sindhunata saat ini, membangun pula fungsi sosial untuk peradaban manusia di Yogyakarta. Mereka telah melakukan tugas kebudayaan.

Dalam posisi seperti itu, Yogyakarta adalah habitat kebudayaan yang bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain. ”Kalau hanya kesenian, Yogyakarta memang gudangnya. Namun, kebudayaan tak sesempit itu. Budayawan itu adalah bagaimana seseorang, entah itu dokter, politisi, seniman, atau petani, mampu menjalankan tugas kemanusiaan yang membawa manusia menjadi beradab pada kegiatan apa pun,” ujar Butet.

Ekonom dari Universitas Negeri Yogyakarta, Bambang Sutikno, yang juga menjadi mitra dialog, mengingatkan, dalam keistimewaan Yogyakarta itu perlu ada penataan kelembagaan pemerintahan daerah, lembaga kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang. Untuk itu, pemerintah pusat tahun 2013 memberikan bantuan Rp 532 miliar.

Dana itu, kata Bambang, cukup besar bila dibandingkan dengan APBD DI Yogyakarta yang tahun ini hanya Rp 2 triliun. Pengelolaan dana ini amat menentukan keberhasilan Yogyakarta dalam menjalani keistimewaannya. Pengelolaan dana ini harus hati-hati dan benar-benar terkontrol. Kalau tidak, bisa saja siapa pun yang mengelola dana itu akan tergelincir dalam perilaku koruptif dan Yogyakarta kian tidak ada bedanya dengan daerah yang terjerat korupsi.

Menurut Bambang, semakin besar dana dari pusat yang digulirkan, semakin besar pula tingkat korupsi di daerah itu. Yogyakarta waspadalah. (top/tra)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com