Tiga dari empat responden menyatakan bersedia memilih pemimpin yang berbeda agama. Proporsi yang lebih besar tak keberatan memberi izin pendirian rumah ibadah dari agama yang berbeda di tempat tinggalnya. Bahkan, hampir semua responden sepakat menerima
Aktualisasi opini dan pengalaman tersebut bisa dilihat saat pemilihan kepala daerah DKI Jakarta tahun lalu. Meskipun pesta demokrasi tersebut diwarnai isu primordial, masyarakat tetap memilih secara rasional. Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang berasal dari kelompok agama minoritas tetap terpilih.
Di samping modal sosial yang telah ada di masyarakat tersebut, publik survei ini melihat masih ada beberapa persoalan. Kebijakan pemerintah dalam menegakkan hukum pada kasus-kasus kekerasan terhadap kelompok agama minoritas dan menjamin pendirian tempat ibadah dinilai masih diskriminatif.
Laporan yang dibuat oleh Setara Institute, Wahid Institute, dan Elsam menunjukkan meningkatnya kasus-kasus intoleransi ataupun tindak kekerasan terhadap kelompok agama minoritas. Para pelaku kekerasan dan kelompok-kelompok intoleran dibiarkan dan terus berkembang. Berbagai kasus penutupan tempat-tempat ibadah di Aceh, Riau, Jambi, dan terutama Jawa Barat terus terjadi.
Dalam konteks tersebut, publik menilai kondisi masyarakat yang menempatkan kepentingan kelompok di atas kepentingan bangsa semakin buruk. Artinya, banyak kelompok saat ini berlomba-lomba memenangi kekuasaan untuk diri sendiri dan kelompoknya. Hal itu tecermin dari banyaknya korupsi, pembiaran terhadap munculnya sektarianisme, dan pengabaian kelompok-kelompok marjinal.
Jika dikaitkan dengan Pancasila, bagi sebagian responden, situasi yang ada sekarang dinilai cenderung mengarah pada sikap-sikap yang tidak pancasilais. Nilai-nilai seperti keadilan sosial, persatuan dan nasionalisme, kemanusiaan yang adil dan beradab, serta musyawarah untuk mufakat yang dulu digali oleh para pendiri bangsa sedikit demi sedikit mulai tergerus. Pancasila semakin terasa terpinggirkan.
Kondisi toleran dalam masyarakat majemuk tak mungkin dipertahankan tanpa kebijakan yang memberi tempat pada pengakuan kemajemukan dan perlakuan setara pada kelompok-kelompok yang berbeda.