Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dino Jadikan Amerika Pembanding, Kritik dan Protes Dinilai Wajar

Kompas.com - 23/05/2013, 02:23 WIB

Washington, Kompas - Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal mengatakan, penghargaan World Statesman yang akan diberikan The Appeal of Conscience Foundation di New York, AS, untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 30 Mei 2013, merupakan penghargaan bagi bangsa Indonesia. Kritik dan protes atasnya dinilai wajar.

”Kalau ada protes atau kritik, itu wajar-wajar saja. Waktu Obama (Presiden AS Barack Obama) menerima Nobel (perdamaian) juga dikritik. Itu aspirasi demokrasi. Jangan dilihat ini hanya penghargaan bagi Presiden, tetapi bagi bangsa Indonesia,” kata Dino seperti dilaporkan wartawan Kompas, Yovita Arika, dari Washington DC, Selasa (22/5).

Dino mengakui, masalah intoleransi dan konflik di Indonesia masih ada, tetapi hendaknya hal ini dilihat secara proporsional. Soal kasus pelarangan pendirian Gereja Kristen Indonesia Yasmin di Bogor, Jawa Barat, Dino berkata, ”Ini bukan isu soal kebebasan beragama, orang dilarang beribadah sebagai orang kristen, melainkan soal zoning (wilayah pendirian gereja). Di Amerika (konflik antarumat beragama) juga ada.”

Menurut dia, sejak 2012, The Appeal of Conscience Foundation ingin memberikan penghargaan tersebut kepada Presiden. Selain merupakan pengakuan bagi bangsa Indonesia, penghargaan itu juga diharapkan akan menjadi pemacu bagi bangsa Indonesia untuk terus menjadi negara yang pluralis dan toleran.

Petisi menolak

Dalam petisi yang digalang lewat www.change.org/natoSBY, 5.514 orang telah memberi tanda tangan menolak rencana pemberian penghargaan World Statesman untuk Presiden Yudhoyono dengan alasan selama masa kepemimpinannya justru marak tindakan intoleransi.

Arief Aziz, Direktur Komunikasi Change.org, mengemukakan, penanda tangan berasal dari berbagai kalangan, seperti para pegiat HAM, tokoh agama, pegiat kebebasan beragama, aktivis demokrasi, dan aktivis pluralisme. Mereka antara lain Andreas Harsono, Haris Azhar, Benny Susetyo, Alissa Wahid, dan Karlina Supeli. Petisi akan digalang hingga 10.000 penanda tangan.

Pendiri Public Virtue Institute, Usman Hamid, dan Ketua Dewan Pengurus Setara Institute Hendardi menilai, pemberian penghargaan bermotif politik dan tidak didasarkan pada catatan Dewan HAM PBB, konsultasi dengan elemen masyarakat Indonesia, serta realitas kehidupan beragama dan berkeyakinan di Indonesia.(IAM/FER/EDN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com