Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

World Statesman Award untuk SBY

Kompas.com - 21/05/2013, 02:29 WIB

Ketiga, Indonesia kini dipandang sebagai pelopor perdamaian. Di dalam negeri prestasi sejarah kita yang terbesar adalah tercapainya perdamaian permanen yang mengakhiri separatisme di Aceh. Konflik berdarah di Poso dan Maluku juga selesai. Konflik di Papua masih ada, tapi terkendali. Sekali lagi, di sini saya melihat paradoks: saat dirundung konflik kita berteriak meratapi nasib, tapi saat konflik diselesaikan kita menganggap sepi.

Untungnya di dunia internasional prestasi ini dicatat dan dihargai. Tahun 2006, misalnya, Presiden SBY sempat masuk daftar kandidat Hadiah Nobel Perdamaian. Walaupun Hadiah Nobel tahun itu dimenangi Muhammad Yunus dari Banglades, diplomasi perdamaian Indonesia terus melaju. Di Laut China Selatan, Myanmar, Lebanon, konflik Thailand-Kamboja, hubungan dengan Timor Leste, Indonesia kemudian mengambil peran signifikan yang dapat mengubah dinamika konflik.

Keempat, Indonesia kini telah menjadi pemain global. Ini tidak hanya terbatas pada forum G-20, tetapi juga untuk sejumlah isu internasional: lingkungan hidup dan konservasi laut, perubahan iklim, inter-faith, Islamofobia, pembangunan. Dalam semua isu ini, tindakan Indonesia dihitung dan suara Indonesia didengar.

Bukti paling jelas adalah terpilihnya Presiden SBY sebagai Ketua Bersama High Level Panel yang ditunjuk Sekjen PBB untuk merumuskan arah pembangunan dunia pasca-MDG. Apa pun kapasitasnya, Indonesia kini dipandang sebagai pelopor dan jembatan antara dunia Barat dan Islam, antara negara berkembang dan negara maju, antara Asia Tenggara dan dunia internasional, antara kawasan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.

Masih banyak cacatnya

Semua hal ini sama sekali tidak berarti kita sempurna. Justru sebaliknya, sebagai bangsa, Indonesia masih banyak kekurangan dan cacatnya. Korupsi masih marak. Kesenjangan dan kemiskinan masih banyak. Friksi antar- umat tetap ada, bahkan cenderung meningkat dewasa ini. Masih ada kelompok masyarakat yang memaksakan kehendak terhadap golongan lain (yang biasa- nya lebih lemah). Semua ini mengingatkan kita bahwa Indonesia adalah bangsa yang penuh prestasi, tetapi juga sarat masalah.

Di sini saya setuju pemerintah harus semakin telaten merespons aspirasi rakyat yang menuntut perlindungan fisik dan hukum bagi kelompok minoritas, sesulit apa pun masalahnya, karena ini merupakan esensi terpenting dalam kehidupan berdemokrasi.

Namun, semua kekurangan ini tidak menihilkan kenyataan bahwa dunia kini banyak menaruh harapan kepada Indonesia. Kalau kita melihat gejolak dan perang di Timur Tengah, ketegangan di Asia Timur, kelesuan di Eropa, dan konflik di Afrika, tak heran kalau dunia melihat Indonesia sebagai sinar harapan. Kita jangan menyepelekan harapan dunia itu.

Indonesia tidak boleh lengah oleh pujian, tetapi sebagai orang Timur tidak baik juga kalau kita menolak apresiasi orang lain. Kita jangan takabur, tapi juga jangan sinis.

Karena itu, kalau nanti Presiden SBY menerima penghargaan World Statesman Award di New York, saya yakin pesan beliau cukup sederhana: ”Terima kasih Indonesia dihargai, jalan kami masih panjang, kekurangan kami masih banyak, doakan kami terus maju.”

Selamat untuk bangsa Indonesia. Maju terus.

Dino Patti Djalal Dubes Indonesia di AS; Mantan Juru Bicara Kepresidenan RI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com