Kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi menjadi wewenang pemerintah. Namun kompensasi berupa bantuan langsung sementara masyarakat membutuhkan anggaran, dan harus meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena belum dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2013.
Pemerintah akan memasukkan Rancangan APBN Perubahan Tahun 2013 ke DPR, minggu kedua Mei ini. Revisi dilakukan bukan sebatas adanya usulan dana kompensasi, melainkan juga karena sejumlah asumsi APBN Tahun 2013 tidak relevan lagi dengan kondisi riil.
Diwawancarai terpisah di Jakarta, Selasa (7/5), sejumlah anggota Komisi XI DPR umumnya sepakat dengan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi. Namun, soal kompensasi untuk rakyat miskin, mereka berpendapat bahwa itu harus benar-benar bebas dari kampanye politik.
”Fraksi Partai Golkar belum ada rapat tentang itu. Tapi saya pribadi setuju kompensasi. Yang penting masanya maksimal 6 bulan. Kalau satu tahun, itu kampanye,” kata anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golongan Karya Nusron Wahid.
Abdilah Fauzi Achmad dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), berpendapat, kenaikan harga BBM bersubsidi sudah selayaknya dibarengi kompensasi untuk rakyat miskin. Namun, yang harus dipastikan adalah bahwa kompensasi tidak digunakan sebagai kampanye politik.
Muhammad Hatta dari Fraksi Partai Amanat Nasional menyatakan tidak setuju kompensasi. Menurut dia, efisiensi anggaran dari kenaikan harga BBM bersubsidi dialihkan ke proyek pembangunan infrastruktur yang punya efek ekonomi luas.
Sementara itu, Arif Budimanta Sebayang dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menyatakan, kompensasi yang sifatnya adalah bantuan untuk rakyat sudah menjadi tugas negara. Dengan demikian, hal itu tidak perlu dikaitkan dengan kenaikan harga BBM bersubsidi.
Arif tidak setuju rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi karena waktunya tidak tepat. Di antaranya adalah bahwa tahun ini harga minyak dunia cenderung turun.