Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Zulkarnaen dan Kisah Kuasa Banggar DPR

Kompas.com - 07/05/2013, 08:27 WIB
Amir Sodikin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com— Akhirnya, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi pada Senin (6/5/2013) dengan meyakinkan menuntut Zulkarnaen Djabbar dengan pidana penjara 12 tahun kurangi masa tahanan dan denda Rp 500 juta subsider lima bulan kurungan.

Zulkarnaen adalah anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR terakhir yang akan menghadapi vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.

Anggota Komisi VIII DPR nonaktif ini juga menyeret putranya terlibat dalam pusaran korupsi, yaitu Dendy Prasetya.

Dendy dituntut pidana penjara 9 tahun kurangi masa tahanan dan denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan.

Dalam surat tuntutan setebal 924 halaman, Zulkarnaen bersama-sama putranya dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan cara intervensi di Kementerian Agama untuk menggolkan perusahaan yang mereka usung.

Zulkarnaen dan Dendy juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 14,3 miliar.

Jika tidak dibayar setelah 1 bulan, maka hartanya akan dilelang untuk negara. Jika tak mencukupi, maka akan diganti dengan pidana penjara masing-masing tiga tahun.

Zulkarnaen adalah satu dari sekian anggota Banggar yang pernah mewarnai persidangan kasus korupsi di Indonesia.

Sebelumnya, tersebutlah nama-nama yang tak asing bagi kita, di antaranya Muhammad Nazaruddin, Wa Ode Nurhayati, dan Angelina Sondakh.

Dalam persidangan sebelumnya, sulit untuk diingkari bahwa Zulkarnaen adalah bagian dari penggiring anggaran yang lazim atau khas dilakukan oleh orang-orang Banggar DPR sebelumnya.

KPK memiliki banyak bukti berupa rekaman penyadapan percakapan melalui telepon antara terdakwa dan berbagai pihak.

Mendengarkan percakapan telepon mereka, sulit untuk membantah bahwa Nazauddin begitu memiliki pengaruh kuat. Atau setidaknya, ia begitu berusaha untuk memastikan pengaruhnya bisa menembus dan mengintervensi Kementerian Agama, bahkan berusaha menembus Kementerian Keuangan.

"....saya juga telepon Banggar...Nanti anggaran akan dibintangi, itu pesan teman-teman...Kemkeu ini kan ada pejabat baru sok-sokan. Saya sudah telepon dengan Pak Syam, katanya ancam saja Pak Zul. Akan kami bintangi dan 20 persen anggaran itu, tidak akan jalan itu anggaran," begitu bunyi percakapan telepon yang disadap KPK.

Percakapan diambil 1 agustus 2011. KPK menyatakan, percakapan terjadi antara Anggota DPR Komisi VIII Zulkarnaen Djabbar dan pengusaha Fahd el Fouz. Fahd akan membrokeri pekerjaan proyek miliaran rupiah di Kementerian Agama.

Entah Fahd yang memilih Zulkarnaen sebagai backing, ataukah Zulkarnaen yang menawari Fahd pekerjaan, hingga kini masih misteri.

Namun, KPK berkeyakinan, Zulkarnaen adalah pemberi support atau backing untuk Fahd yang akan mengikuti tender di Kemenag.

Di persidangan, Zulkarnaen mengaku, ia hanya membantu yunior-yuniornya tanpa ada pretensi apa pun.

Fahd adalah Ketua Umum Gema MKGR, sedangkan Zulkarnaen adalah senior MKGR yang pernah menjadi Ketua Umum MKGR dan pernah juga menjad Sekjen MKGR.

"Pak Syam sekarang ini berlindung di balik DPR, di balik saya.....DPR akan melawan, akan membintangi," kata Zulkarnaen.

"Oh siap," jawab suara yang dianggap sebagai Fahd. "Kasih tahu ke kawan-kawan, luar biasa itu perjuangan Bang Zul," begitu pesan Zulkarnaen kepada Fahd mengakhiri pembicaraan.

Pak Syam yang dimaksud adalah Syamsuddin, Kepala Biro Perencanaan Kementerian Agama.

Zulkarnaen menjelaskan, Syam setuju agar Zul mengancam Kemkeu karena Kemenag berkepentingan meningkatkan dana pendidikan agama yang sudah lama timpang dibanding pendidikan umum.

Zulkarnaen adalah anggota DPR RI yang juga anggota Banggar.

Jaksa penuntut umum pada KPK, Kemas Abdul Roni, mengatakan pembicaraan itu begitu jelas maksud dan tujuannya.

Percakapan itu makin mengindikasikan peran Zulkarnaen yang memiliki pengaruh sebagai anggota Banggar.

Zulkarnaen dan rekan-rekannya di Banggar DPR akan membintangi (memberi tanda bintang) pada anggaran pendidikan 20 persen dari Kemkeu.

Istilah membintangi anggaran berarti DPR akan memblokir dana tersebut sampai kesepakatan akhir tercapai.

Inilah momok paling menakutkan bagi pihak yang dananya dibintangi Banggar DPR.

Namun demikian, Zulkarnaen berkelit bahwa percakapan itu hanya memperdebatkan soal anggaran pendidikan yang dimaknai berbeda antara Kemkeu dan DPR.

Kemkeu menganggap 20 persen adalah batas maksimal yang disediakan untuk pendidikan, sementara, kata Zulkarnaen, Banggar beranggapan 20 persen adalah angka minimal sehingga jumlahnya bisa lebih dari itu.

Pembatasan 20 persen dana pendidikan diduga akan menyulitkan pengurusan proyek yang diajukan Fahd yang rencananya akan memanfaatkan dana pendidikan.

Dari Kemkeu, Kemenag memang mendapat dana optimalisasi Rp 130 miliar, tetapi dialokasikan bagi dana nonpendidikan.

Kiprah Banggar dalam menentukan anggaran sudah sering terdengar di sidang-sidang korupsi, semisal sidang Muhammad Nazaruddin, Wa Ode Nurhayati, hingga Angelina Sondakh.

Karena begitu kuasanya Banggar, banyak pihak menamai hulu korupsi adalah Banggar yang sudah menjadi mafia anggaran tingkat tinggi.

Peneliti Indonesian Legal Roundtable, Erwin Natosmal, mengatakan, membintangi anggaran adalah kuasa Banggar tertinggi yang sering digunakan.

"Banggar bisa memblokir anggaran sebuah kementerian, dari situlah awal dari negosiasi yang sering berujung korupsi," katanya.

Aktivis antikorupsi berusaha mengedukasi publik akan bahayanya mafia anggaran di Banggar.

Mereka telah membentuk koalisi bernama Koalisi Selamatkan Uang Rakyat dengan target mendesak agar Banggar dipangkas keberadaan dan kewenangannya.

Langkah hukum untuk memangkas kewenangan dilakukan dengan judicial review atau uji materi terhadap dua undang-undang yang dianggap melegalkan korupsi.

Koordinator Advokasi Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Maulana, mengatakan, dua undang-undang yang sudah dimasukkan ke Mahkamah Konstitusi untuk diuji materi adalah Pasal 157 Ayat (1) dan Pasal 159 Ayat (5) huruf c UU No 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD, dan Pasal 15 Ayat (5) UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Keberatan UU tersebut terutama pada penetapan Banggar menjadi badan tetap di DPR, sehingga menciptakan sebuah badan yang kewenanganannya begitu besar.

"Tidak hanya membahas dan menyetujui anggaran namun justru menjadi ajang negosiasi proyek di hulu dengan melobi anggota Banggar DPR agar menyetujui anggaran tertentu," kata Maulana.

Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch, Donal Fariz, memastikan, jika kewenangan Banggar terus dipertahankan, ia yakin di tahun politik ini Banggar akan semakin menjadi mesin uang partai politik.

"APBN adalah cara instan untuk mendapatkan dana politik. APBN pasti akan menjadi sumber bancakan. Tahun ini dan 2014 adalah tahun yang rawan," kata Donal.

Direktur Advokasi YLBHI, Bahrain, mengatakan, kondisi korupsi yang masif di Banggar telah menciptakan mafia yang tak tersentuh hukum karena mereka berlindung dibalik regulasi yang lemah.

Karena itu, koalisi yang digalang berusaha mengajak publik, termasuk MK, turut peduli terhadap bahayanya mafia anggaran, dan karena itu kewenangan Banggar harus dipangkas.

Koalisi tersebut beranggotakan Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran, Indonesia Budget Center, Indonesian Corruption Watch, Indonesian Legal Roundtable, Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi, Pusat Studi Antikorupsi Fakultas Hukum UGM, Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, dan Yayasan Lembaga Bantuah Hukum Indonesia.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Soal 'Presidential Club', Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

    Soal "Presidential Club", Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

    Nasional
    Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

    Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

    Nasional
    Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

    Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

    Nasional
    Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

    Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

    Nasional
    Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

    Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

    Nasional
    Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

    Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

    Nasional
    Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

    Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

    Nasional
    Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

    Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

    Nasional
    Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

    Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

    Nasional
    14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

    14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

    Nasional
    Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

    Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

    Nasional
    Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

    Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

    Nasional
    Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

    Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

    Nasional
    SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

    SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

    Nasional
    Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

    Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com