Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menghitung Bunyi Tokek

Kompas.com - 27/04/2013, 07:27 WIB

Oleh BUDIARTO SHAMBAZY

Ada perbedaan antara kondisi rakyat pada masa Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi. Meski berbeda, kondisi rakyat di tiga zaman itu serupa dan terangkum dalam kata, maaf, ”bodoh”.

Pada masa Orde Lama, ”rakyat masih bodoh” karena kita belum terlalu lama merdeka. Jumlah penduduk tahun 1960 baru 93,6 juta jiwa.

Namun, PBB mencatat tingkat melek huruf pada Orde Lama meningkat dari 10 persen ke 50 persen (1960). Dunia mengakui bagusnya sistem pendidikan dengan kualitas kurikulum yang membuat generasi muda siap bersaing di tingkat global.

Nah, pada masa Orde Baru, sering terdengar ucapan ”mumpung rakyat bodoh”. Sistem politik yang mencengkeram sering menakut-nakuti rakyat demi pelanggengan kekuasaan.

Rakyat dibodohi dengan aneka cerita tentang aneka bahaya. Ada bahaya komunis, ekstrem kiri, ekstrem kanan, liberal, setan gundul, organisasi tanpa bentuk, dan sebagainya.

Pembodohan paling kentara adalah politisasi kata ”oknum”. Warga sipil cepat dituduh pemberontak, separatis, anti-Pancasila, atau teroris.

Namun, aparat keamanan sering berlindung di balik status ”oknum”. Kalau ada anggotanya yang melanggar hukum, ia langsung disebut oknum.

Nah, pada era Orde Reformasi ini, yang berlaku ”rakyat masa bodoh”. Kini rakyat sudah pintar, ogah ditakut-takuti, dan tak peduli pada politik.

Rakyat ”naik kelas” jadi warga yang mau menikmati demokrasi, bukan lagi sekadar mengenal atau memahami demokrasi. Demokrasi tak pernah menunggu, ia berjalan beriringan bersama rakyat.

Pertumbuhan ekonomi lebih dari 6 persen bukan melulu karena prestasi pemerintah, melainkan berkat domestic consumption (belanja domestik) dari uang rakyat. Ada anggapan, tanpa peranan pemerintah pun, ekonomi tetap tumbuh tinggi.

Itu sebabnya, Indonesia disebut sebagai ”negeri otopilot” yang melaju terus tanpa kepemimpinan. Birokratisasi dan politisasi oleh penyelenggara kekuasaan pusat ataupun daerah justru dipandang lebih banyak mudarat daripada manfaatnya.

Dengan preposisi itulah kini kita mengerti mengapa rakyat semakin apatis terhadap politik. Sebagai contoh, lebih dari 50 persen pemilih tak menggunakan hak pilihnya di Pilgub Sumut.

Bagi politisi/partai, ini kekalahan mutlak. Sebaliknya, bagi rakyat, ini kemenangan moral yang amat vital untuk menyehatkan demokrasi.

Itulah bedanya persepsi demokrasi di antara keduanya. Bagi politisi/partai, yang penting terpilih dengan cara apa pun. Sementara, bagi rakyat, yang penting mau atau tidak memberikan mandat.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kasus Rekayasa Jual Beli Emas Budi Said, Kejagung Periksa 3 Pegawai Pajak

    Kasus Rekayasa Jual Beli Emas Budi Said, Kejagung Periksa 3 Pegawai Pajak

    Nasional
    Menko PMK Sebut Pinjamkan Nomor Rekening ke Pelaku Judi 'Online' Bisa Dipidana

    Menko PMK Sebut Pinjamkan Nomor Rekening ke Pelaku Judi "Online" Bisa Dipidana

    Nasional
    Satgas Kantongi Identitas Pemain Judi Online, Bandar Belum Jadi Prioritas

    Satgas Kantongi Identitas Pemain Judi Online, Bandar Belum Jadi Prioritas

    Nasional
    PKS Usung Anies-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, Tutup Peluang Cawagub dari Nasdem atau PDI-P?

    PKS Usung Anies-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, Tutup Peluang Cawagub dari Nasdem atau PDI-P?

    Nasional
    Sudahi Manual, Waktunya Rekapitulasi Pemilu Elektronik

    Sudahi Manual, Waktunya Rekapitulasi Pemilu Elektronik

    Nasional
    Menko PMK Minta Warga Waspadai Penyalahgunaan Rekening untuk Judi 'Online'

    Menko PMK Minta Warga Waspadai Penyalahgunaan Rekening untuk Judi "Online"

    Nasional
    Saksi Ungkap Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton Jadi Baja untuk Bantu Industri Baja Nasional

    Saksi Ungkap Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton Jadi Baja untuk Bantu Industri Baja Nasional

    Nasional
    Pendidikan dan Penguatan Demokrasi

    Pendidikan dan Penguatan Demokrasi

    Nasional
    Divonis 9 Tahun Penjara di Kasus LNG, Karen Agustiawan Banding

    Divonis 9 Tahun Penjara di Kasus LNG, Karen Agustiawan Banding

    Nasional
    Jokowi Kunker ke Kalimantan Tengah untuk Cek Bantuan Pompa Air

    Jokowi Kunker ke Kalimantan Tengah untuk Cek Bantuan Pompa Air

    Nasional
    Saat Kominfo Mengaku Tak Takut terhadap Peretas PDN yang Minta Rp 131 Miliar, Klaim Pegawainya Kerja 24 Jam

    Saat Kominfo Mengaku Tak Takut terhadap Peretas PDN yang Minta Rp 131 Miliar, Klaim Pegawainya Kerja 24 Jam

    Nasional
    Gerindra: Prabowo Tak Berhalangan untuk Menemui Lawan Politik

    Gerindra: Prabowo Tak Berhalangan untuk Menemui Lawan Politik

    Nasional
    Komisi I DPR Panggil Menkominfo dan BSSN Besok, Tuntut Penjelasan soal PDN Diserang

    Komisi I DPR Panggil Menkominfo dan BSSN Besok, Tuntut Penjelasan soal PDN Diserang

    Nasional
    Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Langsung Sasar Bandar, Prioritaskan Pencegahan

    Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Langsung Sasar Bandar, Prioritaskan Pencegahan

    Nasional
    Pendaftaran Capim dan Dewas KPK 2024-2029 Mulai Dibuka

    Pendaftaran Capim dan Dewas KPK 2024-2029 Mulai Dibuka

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com