Demikian dikatakan Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar; peneliti senior Pol-Tracking Institute, Tata Mustasya; pengajar Ilmu Hukum Administrasi Negara Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Emanuel Sujatmoko; pengajar Ilmu Politik Unair, Haryadi; peneliti senior Soegeng Sarjadi Syndicate, Sukardi Rinakit; dan Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Sebastian Salang secara terpisah di Jakarta, Rabu (24/4).
”Rasanya tidak mungkin dia (menteri) bisa membelah diri dalam kapasitas mengurus negara sebagai pejabat publik di kementerian dengan urusan pribadi. Menjadi caleg itu butuh pikiran panjang. Akhirnya nanti kerjanya setengah-setengah,” ujar Zainal.
Karena itu, kata Emanuel, menteri yang menjadi caleg harus mundur dari jabatannya. Dalam hal ini harus ada asas persamaan antara menteri, kepala daerah, dan birokrat. Kepala daerah dan birokrat harus mundur jika menjadi caleg.
Apabila yang bersangkutan tidak bersedia mundur, kata Zainal, presiden bisa menagih kembali komitmen para menteri. ”Tanya saja, mau kerja atau mau nyaleg. Ini kesempatan presiden untuk mengganti para menteri. Sekarang tergantung presiden, bagaimana hitungan dia, apakah hal seperti ini baik atau tidak untuk negara,” ungkapnya.
Tata juga sepakat, presiden mengganti menteri yang menjadi caleg. Jika tidak, sisa masa pemerintahan ini akan tidak efektif. Minimal dibuat regulasi yang mendisinsentif menteri yang menjadi caleg. ”Ruang gerak untuk kampanye sangat dibatasi. Tak boleh mengunjungi daerah pemilihan (dapil)-nya,” ujarnya.
Jika menteri tak mau mundur dan presiden tak memberhentikan menteri yang menjadi caleg, Arifin menyarankan publik terus mendorong hal tersebut. Publik bisa ”menjewer” presiden karena dialah pemimpin kabinet.
Memang tak ada aturan menteri mundur jika menjadi caleg. Namun, menurut Haryadi, Sukardi, dan Sebastian, tak etis jika menteri menjadi caleg. Menteri itu bisa memanfaatkan jaringan birokrasi dan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye.
Ahli hukum tata negara, Irmanputra Sidin, mempertanyakan izin presiden untuk menteri yang mengajukan diri sebagai caleg. Menteri perlu mendapatkan izin tertulis dari presiden mengingat kedudukannya sebagai pembantu presiden dalam pemerintahan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.