Caracas, Kamis
Drama itu terjadi saat ketegangan politik meningkat sejak pemilu hari Minggu untuk menggantikan almarhum Presiden Hugo Chavez. Pemilu berakhir dengan kemenangan tipis bagi penerus pilihan Chavez, Nicolas Maduro.
Delapan orang tewas dan puluhan orang cedera dalam kekerasan pasca-pemilu di negara Amerika Selatan itu, Senin, terutama di kota-kota besar, tempat Capriles mendapat dukungan kuat. Kedua pihak telah saling tuduh mengobarkan kekerasan.
Untuk malam kedua berturut-turut, rakyat Venezuela melepaskan frustrasi mereka dengan memukul-mukul panci dan wajan serta membunyikan klakson mobil, sementara para pendukung Maduro memasang kembang api di seluruh Caracas untuk meredam mereka.
Para pemimpin kampanye Capriles membawa tuntutan mereka untuk penghitungan suara ulang ke markas besar otoritas pemilu nasional, CNE—diketuai Tibisay Lucena yang menerima petisi mereka. Lucena mengatakan kepada wartawan, ”Hak untuk protes dan hak untuk berbeda pendapat harus dihormati.”
”Kami jelaskan bahwa sebuah solusi politis untuk krisis ini diperlukan, dan kami berharap bahwa secepatnya, dalam pengumuman berikut (dari CNE), kami mempunyai sebuah solusi,” kata Carlos Ocariz, ketua kampanye Capriles.
Oposisi Venezuela menyaksikan opsi mereka berkurang, Rabu, setelah ketua MA mengatakan tidak akan ada penghitungan kembali. Hal ini membuat banyak lawan pemerintah merasa satu-satunya kesempatan adalah menanti sampai Partai Sosialis yang berkuasa tersandung.
Isu penghitungan suara ulang tak ditangani MA, tetapi Ketua MA Luisa Morales muncul di televisi tengah, Rabu, dan mengatakan bahwa imbauan pihak oposisi untuk penghitungan suara ulang menyeluruh telah ”membuat marah rakyat Venezuela”.
Aktivis oposisi dan pengamat independen menyebut pernyataan hakim agung itu memperlihatkan favoritisme dari sebuah badan yang seharusnya independen.