Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semangat Nasionalisme Industri Alutsista di LIMA 2013

Kompas.com - 12/04/2013, 04:08 WIB

Suasana di Kepulauan Langkawi, Malaysia, akhir Maret 2013, terlihat hiruk pikuk. Kawasan wisata yang berada di jantung Selat Malaka ini mendadak seperti pangkalan militer dunia. Ratusan kapal perang, jet, dan artileri tempur dari sejumlah negara berkumpul menjadi satu.

Dari jendela pesawat yang kami tumpangi, sesaat sebelum mendarat di Bandar Udara Internasional Langkawi, puluhan kapal perang dari Kerajaan Malaysia, Singapura, Indonesia, bahkan Australia dan Rusia terlihat membentuk formasi di lepas pantai seolah siaga perang, laiknya adegan film Pearl Harbour (2001) tentang Perang Dunia II.

Begitu menginjakkan kaki di Bandara Internasional Langkawi, manuver akrobatik empat jet tempur Sukhoi Su-30 Mkm dan Boeing F/a–18 D dari Angkatan Udara Kerajaan Malaysia seolah menyambut kami, para pengunjung. Tidak lama kemudian terdengar suara menggelegar Rafale, jet tempur canggih dari pabrikan Dassault (Perancis), yang membentuk manuver berbentuk oval begitu lepas landas.

Manuver sulit dari pesawat tempur jenis multirole ini dimungkinkan berkat kekuatan mesin jet ganda yang menghasilkan Mach 1,8 atau hampir setara dua kali kecepatan suara. Pesawat yang kemungkinan akan dirakit di Malaysia dalam beberapa tahun ke depan ini menjadi salah satu daya tarik Pameran Dirgantara dan Maritim Internasional Langkawi (LIMA) pada 26-30 Maret 2013.

Dalam perbincangan dengan Kompas, Direktur Pelaksana LIMA 2013 Ahmad Dzuhri mengatakan, LIMA merupakan salah satu ajang pameran dirgantara sekaligus maritim terpenting di kawasan ASEAN yang diadakan dua tahun sekali. Pameran ini diikuti 400 pelaku industri aviasi komersial dan militer serta pemasok alat utama sistem persenjataan (alutsista) dari 35 negara di dunia.

Selain Dassault yang bermarkas di Perancis, pameran ini diikuti para pemasok alutsista ternama dari Eropa, Rusia, dan Amerika Serikat seperti Lockheed Martin, Eurofighter, EADS, dan Thales. Pameran yang pada intinya adalah promosi alutsista ini dihadiri para petinggi militer dan menteri pertahanan negara se-ASEAN, termasuk Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro.

Hingga penutupan, ungkap Ahmad, pameran itu membukukan kontrak senilai total 4,2 miliar ringgit (Rp 14,3 triliun). Angka ini setara dengan, misalnya, laba sepanjang 2012 yang diperoleh Bank Mandiri. ”Nilai (kontrak) ini didapat dari 24 kesepakatan yang hampir seluruhnya adalah berupa investasi di bidang pertahanan dan militer,” tuturnya.

Menggeser Eropa

Dalam pembukaan LIMA 2013, Perdana Menteri Malaysia Najib Tun Abdul Razak mengatakan, anggaran belanja militer di negara kawasan ASEAN terus meningkat. Terakhir, mencapai 13,5 persen. Tren kenaikan ini seiring dengan peningkatan ekonomi di kawasan ini. Bahkan, dalam cakupan yang lebih luas, total belanja alutsista di kawasan Asia telah melampaui Eropa dengan angka 315 miliar dollar AS pada 2012 (naik 5 persen dari 2011). Adapun total belanja alutsista di kawasan Eropa adalah 283 miliar dollar AS atau turun 1,5 persen dari 2011 akibat resesi ekonomi.

Dalam jamuan makan malam dengan para Kepala Staf Angkatan Laut se-ASEAN, Menteri Pertahanan Malaysia Ahmad Zahid Mahidi mengungkapkan, meningkatnya problematika keamanan di kawasan Selat Malaka akibat ancaman penyelundupan barang dan imigran, perompakan, serta terorisme menuntut kesigapan militer melalui pengadaan alutsista dan kerja sama operasi di antara negara anggota ASEAN.

Bagi negara-negara di kawasan ASEAN, kondisi meningkatnya belanja alutsista itu dimaknai sebagai tantangan sekaligus pula peluang. Bagaimanapun, negara di kawasan yang ekonominya tengah tumbuh berkembang ini tidak mau sekadar menjadi penonton atau pasar dari bombardirnya produk-produk alutsista negara maju.

Apalagi, dalam pertemuan Menteri Pertahanan se-ASEAN pada 2011 telah disepakati target pengurangan impor alutsista dari negara non-ASEAN, yaitu dari 25 miliar dollar AS pada 2010 menjadi hanya 12,5 miliar dollar AS pada 2020. Kesepakatan ini kemudian dituangkan dalam Kolaborasi Industri Pertahanan ASEAN (ADIC) yang juga mewarnai perhelatan LIMA 2013.

Indonesia, Singapura, dan Malaysia adalah tiga negara di kawasan ASEAN yang berada di barisan terdepan dalam industri dan pemenuhan kebutuhan alutsista di kawasan ini. Maka, tidak mengherankan jika dalam LIMA 2013, industri alutsista nasional dari ketiga negara tersebut turut aktif mengambil kue dari industri militer itu.

PT Dirgantara Indonesia (DI), misalnya, menjadikan ajang LIMA 2013 sebagai upaya pendekatan kepada calon pembeli di kawasan ASEAN sekaligus peningkatan kerja sama dengan industri di luar negeri. Sonny S Ibrahim dari Humas PT DI mengatakan, empat negara di ASEAN, seperti Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam, merupakan pasar utama produk pesawat buatan PT DI, seperti CN-235 seri 220 dan CN-235 seri ASW (antikapal selam).

Menurut dia, pesawat angkutan multirole, seperti CN-235-220, sangat cocok digunakan di negara-negara kawasan ASEAN dan Asia lainnya. ”Pesawat ini ibaratnya mobil Kijang. Bisa difungsikan untuk banyak keperluan, seperti angkutan paratrooper (prajurit penerjun payung), evakuasi, kargo bantuan untuk bencana alam hingga membuat hujan,” ujar Sonny.

Produsen utama

Pihaknya pun optimistis menjadi salah satu produsen utama alutsista jenis pesawat dan helikopter (Super Puma) di ASEAN dan juga kawasan Asia lainnya. ”Dulu, kita sempat bersaing dengan EADS (Airbus Military). Namun, itu tidak lagi. Saat ini kami telah bekerja sama dan membagi wilayah (pasar). Bahkan, di event (LIMA 2013) ini, kami baru saja menandatangani kontrak joint development N-212i senilai 30 juta dollar AS yang akan dibuat di Bandung. Tahun depan, produksi CN-295 untuk wilayah Asia Pasifik akan dipindahkan dari Spanyol ke Bandung,” ujar Sonny.

Sementara itu, Singapura memantapkan posisinya sebagai satu- satunya negara di ASEAN yang industri alutsistanya masuk daftar 20 besar dunia. Singapura memproduksi berbagai jenis alutsista, mulai dari senapan, peluncur roket rudal, senapan hingga tank dan artileri macam Broncos yang digunakan militer Inggris di Afganistan.

Malaysia tidak mau ketinggalan. Negara jiran ini berupaya mati-matian mengundang investor dari Eropa untuk kerja sama pengembangan industri alutsista. Ini salah satunya diwujudkan dalam megaproyek Malaysian Defence and Security Technology Park (MDSTP) di Perak. Dari total nilai kontrak 4,2 miliar ringgit yang dihasilkan dalam LIMA 2013, sebanyak 2,7 miliar ringgit di antaranya ditujukan untuk pembangunan fasilitas pengembangan teknologi industri alutsista nasional ini.

Menurut kantor berita Malaysia, Bernama, industri yang akan dikembangkan di MDSTP itu antara lain meliputi avionika, manufaktur radar kapal, dan kerja sama keamanan cyber dan pembuatan pesawat tanpa awak. Fasilitas yang akan dibangun hingga 12 tahun ke depan ini akan menciptakan 50.000 lapangan kerja baru dan memiliki nilai investasi total 15 miliar ringgit (Rp 51 triliun).

Pemerintah Malaysia bersedia memberikan insentif khusus bagi industri dirgantara yang mampu menarik investasi asing ini. Sebab, seperti yang dikatakan Najib Tun Abdul Razak di dalam pembukaan LIMA 2013, industri dirgantara dan maritim merupakan sektor vital untuk investasi saat ini dan di masa depan negara seperti Malaysia yang berada tepat di jantung kawasan negara berkembang seperti Asia Tenggara.

Dengan kata lain, industri alutsista nasional bukan hanya menjadi pertaruhan kebanggaan dan harga diri bangsa, melainkan juga peluang meningkatkan kondisi kemandirian ekonomi negara.(YULVIANUS HARJONO dari Langkawi, Malaysia)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com