Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pangdam dan Kapolda Diganti

Kompas.com - 07/04/2013, 06:17 WIB

Jakarta, Kompas - Panglima Kodam IV/Diponegoro Mayor Jenderal Hardiono Saroso dan Kepala Polda DI Yogyakarta Brigadir Jenderal (Pol) Sabar Rahardjo diganti. Penggantian itu cuma berselang beberapa hari pasca-pengumuman tersangka penyerbu Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta.

Kepala Pusat Penerangan Umum TNI Laksamana Muda Iskandar Sitompul, Sabtu (6/4), mengatakan, Pangdam IV/Diponegoro Mayjen Hardiono Saroso digantikan Mayjen Sunindyo, Asisten Personel Kepala Staf TNI Angkatan Darat. ”Beliau menjalani mutasi rutin sebagai pejabat TNI. Tentu saja persoalan penyerangan LP di Sleman akan turut dikaji di Mabes TNI terkait dengan mutasi beliau. Namun, itu hanya salah satu faktor pertimbangan,” ujar Iskandar Sitompul.

Kepala Penerangan Kodam IV/Diponegoro Kolonel (Inf) Widodo Raharjo mengatakan, Mayjen Hardiono Saroso sudah mengetahui akan dipindah sejak tiga hari lalu. ”Rotasi dalam tugas adalah hal yang biasa. Ini tak ada kaitan dengan kasus penyerangan di LP Cebongan. Sebagai prajurit, ditempatkan di mana saja dan kapan saja harus siap. Pemindahan ini juga pasti sudah direncanakan,” ujar Widodo.

Ia juga menyatakan, hingga Sabtu, Pangdam IV/Diponegoro itu masih bertugas seperti biasa. Pada Minggu (7/4) ini, Hardiono akan berangkat ke Jakarta untuk mengikuti upacara serah terima jabatan pada Senin. ”Tidak ada instruksi khusus dari Pangdam Hardiono setelah pencopotan jabatan itu. Kami semua menunggu sertijab. Setelah itu kami akan menerima pangdam yang baru,” kata Widodo.

Kepala Subdinas Penerangan Umum Dinas Penerangan TNI AD Kolonel Zaenal M mengatakan, Mayjen Hardiono akan menjadi staf KSAD di Mabes TNI AD Jakarta.

Secara terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar mengatakan, Kapolda DI Yogyakarta Brigjen (Pol) Sabar Rahardjo diganti. Penggantinya adalah Brigjen (Pol) Haka Astana, Kepala Biro Kajian dan Strategi SDM Polri. ”Pergantian Kepala Kepolisian Daerah Yogyakarta akan dilakukan Senin nanti,” kata Boy Rafli. Namun, menurut dia, penggantian itu merupakan rotasi jabatan rutin.

Kepala Humas Polda DI Yogyakarta Ajun Komisaris Besar Anny Puji Astuti, di Gunung Kidul, Sabtu, mengatakan, mutasi adalah hal lumrah. Polri juga mengganti lima kapolda, yakni Kapolda NTT, Sumatera Selatan, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, dan Sumatera Barat.

”Mutasi adalah hal biasa di tubuh Polri, penyegaran dan kebijakan dari pimpinan. Selain itu, beliau (Sabar Rahardjo) sudah hampir satu tahun di sini,” kata Anny seperti dikutip Antara.

Menurut Anny, selama bertugas di DI Yogyakarta, Sabar tergolong sosok polisi yang dekat dengan masyarakat. Sabar juga memberikan instruksi agar polisi tidak memperlakukan rakyat secara semena-mena. ”Kebijakan beliau agar polisi ojo dumeh dan humanis,” katanya.

Ditanya soal penggantian pimpinan di lingkungan Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Iskandar Sitompul mengatakan, belum ada penggantian komandan, baik di Grup 2 Kandang Menjangan, Solo, maupun di Markas Komando Kopassus Cijantung, Jakarta Timur.

Masyarakat pandai

Baik TNI maupun Polri menepis pencopotan itu terkait kasus penyerbuan LP Cebongan, Sleman. Namun, pengamat militer Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jaleswari Pramodhawardani, yang berada di Yogyakarta, mengingatkan bahwa masyarakat semakin pandai membaca sebuah fakta, semisal penyerbuan di LP Cebongan dan reaksi Pangdam IV/Diponegoro yang menyangkal tidak ada keterlibatan Kopassus. Padahal, banyak pihak menduga sebaliknya. Hal itu terbukti setelah Tim Investigasi TNI AD mengumumkan bahwa ada 11 anggota Kopassus yang menjadi tersangka dalam peristiwa penyerbuan tersebut.

”Semakin kuat dugaan bahwa pencopotan Pangdam IV/Diponegoro adalah rangkaian dari peristiwa yang terjadi sebelumnya. Sulit bagi masyarakat untuk tidak mengaitkan kedua peristiwa tersebut,” ujar Jaleswari Pramodhawardani.

Menurut Direktur Research Institute for Democracy and Peace (Ridep) Anton Ali Abbas, di Jakarta, penggunaan istilah mutasi rutin atau tour of duty biasa dalam mutasi Kapolda Yogyakarta dan Pangdam IV/Diponegoro adalah bukti penyangkalan dan sikap tidak berubah dari lembaga Polri dan TNI. ”Seharusnya mutasi tersebut ditegaskan terkait dengan kasus LP Sleman sebagai wujud pertanggungjawaban TNI dan Polri kepada masyarakat yang membayar gaji mereka. Ini wujud adanya reformasi di lembaga TNI dan Polri,” katanya.

Sikap menutupi dan menggunakan istilah mutasi rutin membuat petinggi militer dan polisi bisa bertindak semaunya dan tidak memikirkan dampak dari tindakan mereka. Padahal, dalam tata pemerintahan yang benar dan demokratis dikenal adanya reward and punishment bagi pejabat publik.

Bahkan, praktisi hukum dan pengamat kepolisian, Komisaris Besar (Purn) Alfons Loemau, mengatakan, ada kesalahan fatal Kapolda DI Yogyakarta dalam insiden penyerbuan LP Cebongan. Sebab, kata Alfons, Kapolda adalah penanggung jawab kegiatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana di daerah.

”Maka, saat penangkapan dan penahanan, Polri bertanggung jawab atas keamanan orang tersebut sampai dikirim ke kejaksaan untuk dilakukan penuntutan. Karena hukum di Indonesia menyatakan bahwa semua orang tidak bersalah sebelum ada putusan hukum berkekuatan tetap, mereka yang ditahan pun harus tetap dianggap tidak bersalah. Hak-haknya sebagai warga negara juga sama dengan yang lain, termasuk soal keamanannya,” kata Alfons, Sabtu.

Menurut Alfons, Kapolda DI Yogyakarta itu bisa dipidana karena insiden penyerangan LP Cebongan yang mengakibatkan matinya tahanan polisi yang dititipkan di LP tersebut. Kapolri pun diminta tak hanya mencopot Sabar, tetapi juga memberikan sanksi tidak diberi jabatan dalam kapasitas sebagai perwira tinggi.

Menurut dia, jika Sabar hanya dicopot dan dimutasi ke Mabes Polri, masyarakat akan melihat tak ada sanksi yang diterapkan, hanya tindakan administrasi. ”Ini jadi pelajaran penting karena menangkap dan menahan orang itu ada tanggung jawabnya pada semua jajaran, kapolri, kapolda, kapolres, hingga kapolsek jadi tanggung renteng,” ujarnya.

Namun, mengenai mutasi Pangdam IV/Diponegoro Mayjen Hardiono Saroso, Direktur Program Imparsial Al Araf menilai memang tidak ada kaitan dengan peristiwa penyerbuan anggota Kopassus ke LP Cebongan. Pasalnya, pergerakan Kopassus di bawah kendali KSAD dan Komandan Jenderal Kopassus. Pangdam tidak bisa melakukan ataupun tidak bisa memerintahkan secara langsung terhadap pasukan elite tersebut.

”Kalau dimutasi, itu tidak ada hubungannya dengan peristiwa itu. Mungkin, itu karena pernyataan-pernyataannya saja,” ujar Araf.

Memang, setelah penyerbuan LP Cebongan terjadi pada Sabtu (23/3) dini hari, Mayjen Hardiono langsung membantah penyerbuan dan penembakan itu dilakukan anggota Kopassus.

(ONG/UTI/SON/K04/BIL/ANA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com