Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU Peradilan Militer

Kompas.com - 05/04/2013, 02:48 WIB

Jakarta, Kompas - Terungkapnya pelaku penembakan empat tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta, harus dijadikan momentum untuk merevisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Upaya ini sebagai bentuk reformasi di sektor keamanan.

Kamis (4/4), Ketua Tim Investigasi TNI AD Brigjen Unggul Yudhoyono mengumumkan 11 tersangka penembakan empat tahanan di LP Cebongan. Mereka adalah anggota Grup II Kopassus Kandang Menjangan, Kartasura, Jawa Tengah.

Meskipun tindakan para tersangka masuk kategori pidana umum, mereka akan ditangani oleh pengadilan militer. UU Peradilan Militer memang secara tegas menyebutkan, setiap anggota TNI yang melakukan tindak pidana, termasuk pidana umum, diadili di pengadilan militer.

Apabila para tersangka tersebut dibawa ke pengadilan militer, kata peneliti Elsam, Wahyudi Djafar, yang harus dilakukan adalah memastikan bahwa proses di pengadilan militer tersebut bisa berlangsung secara transparan, terbuka, dan akuntabel. Para pelaku harus diberi hukuman yang setimpal.

”Jangan sampai muncul impunitas-impunitas baru yang kemudian jadi pijakan bagi mereka untuk membuka kemungkinan terjadinya hal yang sama di masa mendatang,” ujarnya di Jakarta, Kamis.

Dia berharap kasus ini mendorong DPR dan pemerintah untuk segera mengambil inisiatif merevisi UU Peradilan Militer. Ke depan, DPR harus mengusahakan perbuatan kriminal yang dilakukan anggota TNI dapat diadili di pengadilan sipil.

Wakil Ketua DPR Pramono Anung mengatakan, DPR akan berinisiatif mengajukan revisi UU Peradilan Militer yang tertunda sejak 2009. Hal itu akan dibahas dengan Badan Legislasi DPR. Walaupun dalam pembahasan sebelumnya UU ini merupakan inisiatif pemerintah, DPR bisa mengambil alih.

Pramono mengungkapkan hal itu seusai menerima perwakilan masyarakat yang menyoroti kasus penyerbuan LP Cebongan, Rabu, di Jakarta. Perwakilan masyarakat yang berasal dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat menilai kasus tersebut sebagai momentum untuk merevisi UU Peradilan Militer.

Bhatara Ibnu Reza dari Imparsial mengatakan, selama ini banyak persoalan di mana aparat TNI seakan kebal hukum. Revisi UU Peradilan Militer sebenarnya pernah dibahas DPR selama periode 2004-2009.

Poengky Indarti dari Imparsial menyebutkan, pembahasan revisi UU Peradilan Militer diperlukan untuk memotong rantai impunitas yang selama ini membelenggu peradilan militer.

Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan, dalam sebuah negara hukum, seluruh warga, termasuk tentara, harus sama kedudukannya dalam hukum. Dalam banyak kasus yang terjadi tidak dalam konteks perang, misalnya kasus-kasus pidana, tentara seperti mendapat kekebalan lewat norma di mana mereka tidak masuk ke pengadilan pidana umum. ”Kecuali kalau dalam kasus mata-mata atau perang, nah, itu cocok pakai UU Peradilan Militer,” ucap Hendardi.

Wakil Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin mengatakan, dalam pembahasan UU Peradilan Militer hingga 2009, sebenarnya tinggal tersisa tujuh hal yang tidak disepakati DPR dan pemerintah. Salah satunya adalah tidak masuknya aparat TNI yang melakukan tindak pidana ke peradilan umum. ”Bisa saja nanti itu kita masukan ke pasal KUHP dan KUHAP yang sekarang sedang dibahas,” tutur Aziz.

Revisi UU Peradilan Militer memang tidak termasuk dalam rencana pembahasan legislasi 2009-2014. Namun, menurut Eva Kusuma Sundari dari Fraksi PDI-P, bisa saja ada agenda yang disisipkan. Hal ini lumrah dilakukan pemerintah. Apalagi, saat ini ada urgensi melihat perkembangan situasi.

Menurut Helmy Fauzi dari Fraksi PDI-P, Komisi I telah beberapa kali meminta pembahasan hal ini kepada Kementerian Pertahanan, tetapi belum mendapat tanggapan. ”Kita butuh juga konsep akademis,” ujarnya.

Koordinator Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Putri Kanesia mengatakan, pihaknya setuju UU Peradilan Militer direvisi sebagai bentuk reformasi di sektor keamanan.

”Praktiknya, selama ini, banyak kasus hukum yang melibatkan anggota militer yang diadili di pengadilan militer akhirnya mendapat hukuman tidak maksimal,” katanya. (ana/ong/EDN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com