Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan, dalam sebuah negara hukum, seluruh warga, termasuk tentara, harus sama kedudukannya dalam hukum. Dalam banyak kasus yang terjadi tidak dalam konteks perang, misalnya kasus-kasus pidana, tentara seperti mendapat kekebalan lewat norma di mana mereka tidak masuk ke pengadilan pidana umum. ”Kecuali kalau dalam kasus mata-mata atau perang, nah, itu cocok pakai UU Peradilan Militer,” ucap Hendardi.
Wakil Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin mengatakan, dalam pembahasan UU Peradilan Militer hingga 2009, sebenarnya tinggal tersisa tujuh hal yang tidak disepakati DPR dan pemerintah. Salah satunya adalah tidak masuknya aparat TNI yang melakukan tindak pidana ke peradilan umum. ”Bisa saja nanti itu kita masukan ke pasal KUHP dan KUHAP yang sekarang sedang dibahas,” tutur Aziz.
Revisi UU Peradilan Militer memang tidak termasuk dalam rencana pembahasan legislasi 2009-2014. Namun, menurut Eva Kusuma Sundari dari Fraksi PDI-P, bisa saja ada agenda yang disisipkan. Hal ini lumrah dilakukan pemerintah. Apalagi, saat ini ada urgensi melihat perkembangan situasi.
Menurut Helmy Fauzi dari Fraksi PDI-P, Komisi I telah
Koordinator Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Putri Kanesia mengatakan, pihaknya setuju UU Peradilan Militer direvisi sebagai bentuk reformasi di sektor keamanan.
”Praktiknya, selama ini, banyak kasus hukum yang melibatkan anggota militer yang diadili di pengadilan militer akhirnya mendapat hukuman tidak maksimal,” katanya.