Kegagalan menyatukan visi akan menjadi hal yang mempermalukan BRICS. ”Ironisnya, barangkali masalah internal BRICS yang akan menjadi masalah bagi dunia pada masa depan,” kata Daniel Twining dari lembaga nonpartisan Amerika Serikat, German Marshall Fund.
Dengan demikian, China sebenarnya sedang kesulitan meraih status pemimpin global. Namun, jika BRICS mampu mengatasi berbagai masalah itu, hal tersebut akan menjadi langkah maju.
Jika berhasil, BRICS bisa melakukan sesuatu yang lebih baik demi sebuah dunia yang lebih berimbang. Itu juga akan memberi pesan kepada AS dan Eropa bahwa kekuatan dunia sekarang tak berimbang. Juga akan ada pesan bahwa tatanan dunia sekarang saat ini tak lagi bisa bekerja efektif.
Lepas dari beberapa masalah internal tersebut, kemajuan ekonomi BRICS dianggap sebagai sebuah sinyal soal pembangunan dunia yang sedang berubah. Kecenderungan ini sudah tak terbantahkan.
Ini terlihat dari total nilai produk domestik bruto (PDB)
Jim O’Neill, Ketua Goldman Sachs Asset Management, mengatakan, pertemuan BRICS saat Eropa sedang dilanda kemelut keuangan merupakan sinyal tentang perubahan pola pembangunan dunia.
Perdagangan di antara negara maju turun 6 persen dalam empat tahun terakhir. Di sisi lain, pertumbuhan perdagangan di antara sesama negara berkembang naik 38 persen. Ini data yang diperlihatkan Ebrahim Rahbari dan Deimante Kupciuniene, dua ekonom dari Citi Group.
Posisi BRICS kini juga tak lagi dilihat sebagai sebuah kekuatan ekonomi semata. BRICS, misalnya, sudah diminta para aktivis untuk lebih berperan aktif dalam persoalan Suriah. Para aktivis hak asasi manusia dari lima negara BRICS telah mendesak para pemimpin mereka menekan Suriah agar memberikan akses pada badan-badan kemanusiaan.
Presiden Rusia Vladimir Putin, pekan lalu, juga berkeinginan agar BRICS lebih proaktif dan solid dalam agenda global.