Balikpapan, Kompas -
Mimin, penyelidik senior Komnas HAM, Senin (25/3), di Balikpapan, mengatakan, semula pihaknya menerima laporan dari Laskar Merah Putih, sebuah lembaga swadaya masyarakat, yang mengatasnamakan 19 orang yang mengklaim lahan transmigrasi di dusun itu diserobot perusahaan tambang. Ke-19 orang itu diklaim lembaga tersebut sebagai peserta program transmigrasi swakarsa mandiri (TSM) tahun 1997.
Namun, saat mengecek di lapangan, Komnas HAM mendapat temuan lain, yakni sudah ada 19 warga lain yang tinggal di lokasi itu. Mereka transmigran dan memiliki bukti surat sertifikat dari pihak desa dan Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar). Mereka telah menempati dan menggarap lahan sejak 1997. Setiap transmigran menempati dan mengolah lahan garapan 2 hektar.
”Anehnya lagi, nama 19 orang yang diperjuangkan Laskar Merah Putih mirip dengan nama 19 orang yang sudah menempati lahan. Padahal, mereka beda orang. Kami balik pertanyakan klaim lahan transmigrasi dari Laskar Merah Putih,” ujar Mimin.
Arie Yannur, Sekretaris Umum LSM Laskar Merah Putih Kukar, mengatakan, program TSM berbeda dengan transmigrasi umum. Sebab, TSM ditujukan bagi pensiunan PNS. ”Kami berpegang pada surat keputusan tentang kepemilikan lahan yang dikeluarkan pemerintah pusat. Di surat itu ada nama pensiunan PNS ikut program TSM,” katanya.
Surat itu, lanjut Arie, sebagai dasar membuat sertifikat tanah. Namun, proses ini belum selesai di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kaltim. Pemkab Kukar dan pemerintah desa, menurut Sriyana, Koordinator Biro Penegakan HAM Komnas HAM, telah memastikan pemilik sah lahan itu adalah 19 warga yang sudah tinggal di lokasi tersebut.