Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Media Bebas Antikorupsi

Kompas.com - 09/03/2013, 08:36 WIB

Oleh: Azyumardi Azra

Korupsi seolah-olah tiada habisnya di negeri ini. Bahkan, tampaknya tambah meruyak dengan skala korupsi kian besar.

Lihatlah kasus Inspektur Jenderal Djoko Susilo, misalnya, yang kekayaannya begitu banyak, khususnya properti yang jumlahnya sekitar 12 rumah besar dan rumah mewahnya disita KPK di sejumlah kota. Ini belum terhitung asetnya yang lain. Tidak masuk akal kalau petinggi Polri—seperti juga pejabat tinggi lain dengan gaji relatif terbatas—mampu memiliki kekayaan amat berlimpah. Kalau hanya dari gaji, mana mungkin punya uang untuk membeli aset demikian banyak.

Penting dicatat, penyitaan aset yang dilakukan KPK merupakan terobosan penting ke arah pemiskinan koruptor. Sepatutnya terobosan ini terus dilakukan pada kasus korupsi lain. Saat yang sama, perlu antisipasi adanya modus-modus baru dalam pencucian uang hasil korupsi. Jika Djoko Susilo diduga kuat melalui beberapa pernikahan bawah tangan yang tidak tercatat, bukan tidak mungkin koruptor lain melakukan pencucian uang korupsi melalui cara tersembunyi lain.

Meski korupsi tampak kian mewabah dan nyaris membuat masyarakat frustrasi dan skeptis dengan pemberantasan korupsi, publik Indonesia masih memiliki modal sosial antikorupsi. Dalam sejumlah konferensi di dalam dan luar negeri, saya sering menyatakan, memang korupsi masih sangat endemis di Indonesia, tetapi keadaannya bukan tanpa harapan.

Harapan itu, selain pada KPK, juga ada pada modal sosial berupa dua pilar demokrasi, yakni media bebas antikorupsi dan kelompok atau organisasi masyarakat sipil. Peran kedua pilar ini sangat vital dalam merespons tantangan besar memerangi korupsi tatkala lembaga-lembaga penegak hukum, Polri, Kejaksaan, dan Kehakiman/Peradilan belum mampu menegakkan integritas seluruh pejabat dan pegawainya untuk tidak korupsi.

Media antikorupsi

Seperti bisa disaksikan masyarakat, media di Indonesia baik cetak maupun elektronik sangat bebas. Bisa dikatakan, media di Indonesia paling bebas di seluruh dunia. Kebebasan juga ada ekses negatifnya. Namun, jelas jauh lebih banyak sisi positifnya, terutama dalam pengungkapan kasus-kasus terindikasi sebagai tindak pidana korupsi. Berkat kebebasan pers, media, baik di tingkat nasional maupun lokal, tidak sungkan mengungkapkan bau busuk yang menguap, mengindikasikan ketidakberesan, dan penyimpangan dana publik.

Memang tidak selalu mudah bagi media bebas antikorupsi mengungkapkan kasus-kasus tertentu yang terindikasi korupsi. Hal ini terjadi khususnya ketika kasus-kasus tersebut terkait dengan pejabat tinggi tertentu atau politisi yang merupakan anggota keluarga atau kerabat pejabat tinggi.

Menghadapi kasus-kasus semacam itu, media bebas antikorupsi kian pintar mencari celah dan trik tertentu untuk dapat menggelindingkan kasus seperti itu kepada khalayak luas. Melalui cara ini, kasus demi kasus akhirnya menjadi pengetahuan publik secara luas, menciptakan persepsi—yang mungkin belum tentu sepenuhnya benar tentang pejabat atau politisi yang bersangkutan.

Kasus ini, misalnya, terlihat dalam pemberitaan harian The Jakarta Post pada awal Februari 2013 tentang SPT tahun 2011 keluarga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bocornya SPT keluarga RI-1 ini jelas sangat sensitif, apalagi isinya mengandung diskrepansi yang dapat memancing munculnya tak hanya dugaan penyimpangan pajak, tetapi juga indikasi penambahan kekayaan secara tidak jelas.

Terlepas dari hal apakah isi SPT itu benar atau tidak, sensitivitas masalahnya membuat tak ada media lain yang awalnya cukup berani memberitakan kasus ini, kecuali The Jakarta Post. Namun, dalam perkembangan berikutnya, melalui teknik pendekatan dan pengolahan tertentu yang cerdas dan menggelikan, masalah ini menjadi pembicaraan terbuka baik di media cetak maupun elektronik lainnya.

Media bebas antikorupsi, selain mahir dalam teknik pemberitaan, juga pintar memainkan data atau bocoran dokumen. Kini hampir tidak ada lagi jaminan dokumen tertentu tidak bocor. Ini, misalnya, terlihat dari bocornya SPT tadi sampai bocoran daftar penerima aliran dana proyek Hambalang. Media elektronik dengan lihai memberi stabilo pada nama tertentu dalam daftar itu yang kemudian disorot dekat sehingga para pemirsa dapat membacanya dengan jelas.

Hasilnya, ketika dugaan kasus korupsi dan bocoran dokumen semacam itu menjadi konsumsi publik, damage has been done—kerusakan telah menimpa orang yang bersangkutan. Citra, persepsi, dan kecurigaan yang selama ini mungkin telah ada dalam masyarakat tentang figur politik tertentu tak bisa lain kecuali kian menguat; nyaris tidak lagi menyisakan ruang untuk dapat dipulihkan kembali.

”Lesson learned”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com