JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Ahmad Mubarok menegaskan, Ketua Umum DPP PD Anas Urbaningrum harus mundur setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus Hambalang. Selanjutnya, jajaran Majelis Tinggi akan menentukan pengganti Anas. Salah satu wacana yang mengemuka adalah penyelenggaraan kongres luar biasa untuk memilih ketua umum baru.
"Hal ini untuk memilih ketua yang baru. Tak ada kekosongan kepemimpinan di Partai Demokrat karena telah diambil alih Majelis Tinggi," kata Mubarok kepada Kompas.com, Jumat (22/2/2013).
Mubarok mengatakan, jajaran Majelis Tinggi belum memutuskan waktu penyelenggaraannya. Selain wacana KLB, Mubarok juga mengatakan, PD berencana untuk menunjuk pelaksana tugas ketua umum. Soal calon, Mubarok belum dapat berkomentar.
Dorongan Mubarok agar Anas mundur telah sesuai dengan pakta integritas yang telah ditandatangani oleh seluruh kader PD. Salah satu pakta integritas itu berisi bersedia untuk mundur dari pengurus partai manakala ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara hukum.
KPK menjerat Anas dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penetapan Anas sebagai tersangka ini diresmikan melalui surat perintah penyidikan (sprindik) tertanggal 22 Februari 2013. Sprindik atas nama Anas tersebut, kata Johan, ditanda tangani Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.
Johan juga menegaskan kalau penetapan Anas sebagai tersangka ini sudah berdasarkan dua alat bukti yang cukup. “Saya juga menegaskan, jangan kait-kaitkan proses di KPK dengan proses politik,” tambah Johan.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua tersangka Hambalang, yakni mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng serta Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar. Apa yang dituduhkan KPK terhadap Andi dan Deddy berbeda dengan Anas. Jika Anas diduga menerima gratifikasi, maka Andi dan Deddy diduga bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, tetapi justru merugikan keuangan negara.
Adapun pengusutan kasus Hambalang ini berawal dari temuan KPK saat menggeledah kantor Grup Permai, kelompok usaha milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Penggeledahan saat itu dilakukan berkaitan dengan penyidikan kasus suap wisma atlet SEA Games yang menjerat Nazar.
Sejak saat itu, seolah tidak mau sendirian masuk bui, Nazaruddin kerap "bernyanyi" menyebut satu per satu nama rekan separtainya. Anas dan Andi pun tak luput dari tudingan Nazaruddin. Kepada media, Nazar menuding Anas menerima aliran dana dari PT Adhi Karya, BUMN pemenang tender proyek Hambalang.
Menurutnya, ada aliran dana Rp 100 miliar dari proyek Hambalang untuk memenangkan Anas sebagai Ketua Umum Demokrat dalam kongres di Bandung pada Mei 2010. Nazaruddin juga mengatakan kalau mobil Harrier yang sempat dimiliki Anas itu merupakan pemberian dari PT Adhi Karya.
Sementara itu, Anas membantah tudingan-tudingan Nazaruddin tersebut. Dia mengatakan bahwa Kongres Demokrat bersih dari politik uang. Anas bahkan mengatakan rela digantung di Monas jika terbukti menerima uang Hambalang.
"Saya yakin. Yakin. Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas," ujar Anas pada awal Maret tahun lalu.
Baca juga:
Sekelumit Sosok Anas Urbaningrum
Masihkah Anas Siap Digantung di Monas?
Anas Urbaningrum Dicegah ke Luar Negeri
KPK Belum Tahan Anas Urbaningrum
Rekam Jejak Anas Urbaningrum di Skandal Hambalang
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Proyek Hambalang
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.