Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi Bisnis Kartel Daging Sapi

Kompas.com - 20/02/2013, 21:14 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Daging sapi yang merupakan sumber pangan berkualitas seolah tidak lagi diperuntukkan bagi rakyat. Bisnis daging sapi di Indonesia dikuasai kelompok-kelompok tertentu yang terlibat dalam praktik kartel. Hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukkan, praktik kartel melemahkan kebijakan dan tata laksana impor daging sapi. Akibatnya, kebijakan tersebut tidak lagi berpihak pada 6,2 juta peternak rakyat, peternak skala kecil, dan peternak skala menengah.

“Jadi bisnis ini sudah dimiliki kartel. Kami menduga kartel ini ada jaringan dengan kapitalisme asing, di mana yang harusnya hak peternak dilindungi negara malah kena kartel asing,” kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas saat memaparkan hasil kajian kebijakan tata-niaga komoditas strategis daging sapi di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (20/2/2013).

Menurut Busyro, kebijakan tata niaga daging sapi ini sudah didesain untuk melegalkan praktik korupsi. Ada pihak yang begitu berpengaruh terhadap Kementerian Pertanian dalam menentukan kebijakan niaga daging sapi.

“Dewan Daging Nasional ini bukan lembaga negara, tapi sering kali menentukan harga impor daging, lalu diakses Indonesia. Kita akan menjelaskan sejauh mana tingkat keterpengaruhan Kementan oleh harga-harga ini. Sejuah mana swasta justru lebih berperan dibandingkan lembaga negara,” ujar Busyro.

Temuan yang paling mencengangkan, kata Busyro, terjadinya inflasi daging sapi di Jawa Timur. Hal ini, menurut hasil kajian KPK, terjadi karena penghasil daging sapi lokal sulit memasok barang produksinya ke Jakarta. Kesulitan itu dikarenakan ada kelompok-kelompok tertentu yang menghalangi distribusi daging sapi ke Ibu Kota tersebut.

Kelompok-kelompok yang bermain dalam bisnis kartel ini, menurut Busyro, cenderung berani melangkahi aturan hukum, hingga kaidah agama. “Bisnis kartel ini, pelaku bisnis sangat mengandalkan patrolnya. Tidak perlu orang ahli, tapi yang penting adalah lobi-lobi, siapa yang berani menyuap. Kaidah hukum diterjang, kaidah agama diterjang,” katanya.

Busyro bahkan menduga kalau kelompok kartel ini berkaitan dengan jaringan kapitalisme asing. Dengan demikian, Pemerintah tetap membuka keran impor daging sapi meskipun sebenarnya mengetahui kalau peternak lokal bisa memenuhi kebutuhan daging nasional. Pemerintah pun sudah menganggarkan Rp 18,7 triliun untuk program swasembada daging APBN 2009-2014.

“Sebanyak 93 persen peternak kita bisa memenuhi kebutuhan daging nasional, termasuk untuk masuk ke Jakarta. Tapi kenapa enggak bisa? Kenapa terhambat? Ada sejumlah orang yang mencegah pemotongan sapi di RPH (rumah potong hewan)” ujar Busyro.

Tim peneliti KPK, lanjut Busyro, menemukan lima RPH yang kosong bertahun-tahun karena terhalang kelompok-kelompok bisnis kartel tersebut. Bahkan, katanya, para peternak di daerah sampai merasa apatis akan kondisi tata niaga daging sapi yang tidak memihak kepada rakyat kecil tersebut.

Jika kondisi ini terus berlanjut, Busyro khawatir, akan berujung pada konflik horizontal. Oleh karena itulah, katanya, KPK melakukan pencegahan melalui kajian ini. Busyro pun berharap hasil kajian KPK ini bisa direspon sungguh-sungguh oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. “Saya yakin beliau begitu mendapatkan laporannya, akan melakukan sesuatu,” tambahnya.

Baca juga:
Berdagang Pengaruh Politik ...
Lika-liku Daging Impor

 

Berita terkait dapat dibaca dalam topik:
Skandal Suap Impor Daging Sapi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo Mengaku Diuntungkan 'Efek Jokowi' dalam Menangkan Pilpres

    Prabowo Mengaku Diuntungkan "Efek Jokowi" dalam Menangkan Pilpres

    Nasional
    Bantah Menang Pilpres Akibat Bansos, Prabowo: Tuduhan Kosong

    Bantah Menang Pilpres Akibat Bansos, Prabowo: Tuduhan Kosong

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Reaksi Usai Prabowo Tak Mau Pemerintahannya Diganggu | Auditor BPK Minta 'Uang Pelicin' ke Kementan

    [POPULER NASIONAL] Reaksi Usai Prabowo Tak Mau Pemerintahannya Diganggu | Auditor BPK Minta "Uang Pelicin" ke Kementan

    Nasional
    Sejarah Hari Buku Nasional

    Sejarah Hari Buku Nasional

    Nasional
    Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

    UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

    Nasional
    KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

    KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

    Nasional
    Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

    Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

    Nasional
    Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

    Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

    Nasional
    Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

    Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

    Nasional
    Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

    Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

    Nasional
    Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

    Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

    Nasional
    PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

    PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

    Nasional
    Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

    Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

    Nasional
    Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

    Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com