Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasek: Akil Mochtar Jangan Jadi Pengamat atau Politisi

Kompas.com - 14/02/2013, 07:34 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Hakim sekaligus Juru Bicara (Jubir) Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar diminta tidak mengintervensi proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Akil diharapkan berfokus pada tugasnya sebagai hakim serta Jubir MK dan tidak bersikap seperti pengamat atau anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

"Komentar Jubir MK itu sudah mengintervensi KPK yang sedang melakukan pembenahan ke dalam, apalagi menilai soal pelanggaran etika," kata Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat I Gede Pasek Suardika di Jakarta, Kamis (14/2/2013).

Hal itu dikatakan Pasek menanggapi pernyataan Akil yang menyebut Wakil KPK Adnan Pandupradja tidak dapat menarik parafnya dalam surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum, Ketua Umum DPP Partai Demokrat. Penarikan paraf Adnan atas sprindik Anas dinilai membuktikan pimpinan KPK itu lalai dalam tugas.

"Ketentuan sudah jelas, dia lalai jalankan tugas. Adnan melanggar etik," kata mantan Wakil Ketua Komisi III DPR RI periode 2004-2006 itu.

Pasek menyinggung kebiasaan para hakim MK berkomentar masalah yang bukan porsinya. Sebaiknya, Pasek menyarankan mereka, khususnya Akil, mengundurkan diri sebagai hakim lalu kembali menjadi politisi. Pasek menilai karakter politisi di Akil masih sangat kental.

"Berlakulah sebagai hakim. Jangan bernostalgia lagi menjadi anggota DPR karena fungsi, tugas, dan kewenangannya berbeda. Ini tidak elok. Kalau mau bicara ke publik, jelaskan saja apa yang dilakukan MK. Enggak usah mengajari KPK," pungkas Pasek.

Sebelumnya, Adnan menjelaskan dokumen draf sprindik yang ditandatanganinya merupakan berkas asli. Pada Kamis (7/2/2013) malam, dokumen itu masuk ke meja Adnan. Ada lebih dari satu kopian dokumen yang masuk. Satu berkas kopian hanya memuat tanda tangan Ketua KPK Abraham Samad, sementara kopian lainnya memuat paraf para pimpinan, deputi, direktur, dan penyidik atau penyelidik yang tergabung dalam satuan tugas Hambalang.

Saat itu, Adnan melihat ada dua paraf pimpinan dalam draf tersebut, yakni paraf Abraham dan Wakil Ketua KPK lainnya, Zulkarnaen. Dalam dokumen itu, kata Adnan, disebutkan sudah ada gelar perkara yang dilakukan sehingga dia langsung memarafnya.

Namun, keesokan paginya, Adnan mengetahui gelar perkara besar yang melibatkan pimpinan KPK belum dilakukan. Dia pun langsung menarik kembali parafnya dari draf sprindik tersebut. "Memang ada gelar perkara, tapi tidak diikuti pimpinan, maka saya cabut pada Jumat pagi," tambah Adnan.

Dia juga menegaskan, KPK belum menetapkan Anas sebagai tersangka. Dokumen serupa sprindik atas nama Anas beredar melalui media masa pada Jumat ( 8/2/2013 ) pekan lalu. Dalam dokumen itu disebutkan, Anas menjadi tersangka atas dugaan penerimaan gratifikasi ketika masih menjadi anggota DPR. Dokumen ini muncul setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta KPK untuk memperjelas status hukum Anas.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengungkapkan, gelar perkara dengan pimpinan terkait Hambalang baru akan dilakukan pekan depan. Dia pun berharap lima unsur pimpinan KPK dapat lengkap sehingga keputusan yang diambil dalam gelar perkara itu bisa menjadi dasar bagi KPK untuk meningkatkan penanganan Hambalang ke tahap penyidikan ataupun tidak.

Berita-berita terkait bisa diikuti di topik pilihan: SKANDAL PROYEK HAMBALANG

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

    Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

    [POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

    Nasional
    Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

    Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

    Nasional
    Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

    Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

    Nasional
    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

    Nasional
    Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

    Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

    Nasional
    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Nasional
    Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Nasional
    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Nasional
    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com