Menurut Roy, perubahan AD/ART agar Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) bisa berperan sebagai Komite Olimpiade Indonesia (KOI) akan menyalahi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
Penegasan itu disampaikan Roy di Jakarta, Jumat (8/2), sehubungan dengan keinginan KONI mengubah AD/ART dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa di Bandung, Jawa Barat, 20-21 Februari ini.
Roy berjanji, Kantor Menpora akan mendudukkan masalah itu sesuai UU. ”Saya sudah memanggil Ketua Umum KOI Rita
Dari pihak KONI, ujar Roy, Kemenpora melalui Deputi IV sudah memanggil Ketua Umum KONI Pusat Tono Suratman. Namun, pertemuan belum bisa digelar karena Tono masih di Bali.
”Kami tetap mengutamakan solusi. KONI dan KOI harus duduk bersama memperjelas tugas dan fungsi masing-masing. Bila KONI memang mau mengubah AD/ART, seharusnya KONI mengajukan perubahan undang-undang terlebih dahulu,” ujar Roy.
Karena itu, Kemenpora tetap berpegangan pada undang-undang yang mengatur fungsi dan tugas KONI dan KOI. ”KONI saat ini saja sudah banyak tugas yang harus dilaksanakan. Kalau ditambah tugas lain, bisa-bisa lebih repot,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal KONI Hamidi mengatakan, sesuai undang-undang, sudah jelas tugas KONI dan KOI. KONI sebagai komite olahraga nasional menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi secara nasional. Adapun keikutsertaan Indonesia di ajang kejuaraan internasional dilaksanakan KOI.
Namun, menurut Hamidi, dengan adanya dua organisasi terpisah sering terjadi tumpang tindih tugas pokok. KONI, melalui lembaga yang menyiapkan atlet, Prima, sudah menyeleksi dan menyiapkan atlet yang bisa dikirim ke ajang internasional.