Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Preseden Buruk Kasus Kosasih

Kompas.com - 08/02/2013, 01:54 WIB

Jakarta, Kompas - Putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terhadap Kosasih Abbas yang tak memasukkan pertimbangan justice collaborator (rekan keadilan) dinilai telah menjadi preseden buruk bagi masa depan pihak-pihak yang hendak menjadi rekan keadilan.

Kosasih yang sudah ditetapkan sebagai rekan keadilan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tak diapreasi majelis hakim.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Oce Madril, Kamis (7/2), mengatakan, hakim seharusnya mempertimbangkan posisi terdakwa sebagai rekan keadilan dalam putusannya karena saat ini kita bersusah payah mendorong pelaku bekerja sama. ”Pada prinsipnya, tidak gampang seorang tersangka atau terdakwa itu mau jadi justice collaborator karena akan banyak risiko yang dihadapi,” kata Oce.

Karena itulah, negara mengeluarkan kebijakan untuk memberikan hak-hak tertentu kepada rekan keadilan. Mahkamah Agung juga telah mengeluarkan Surat Edaran MA Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Whistle Blower dan Justice Collaborator, yang intinya memberi tempat kepada mereka yang mau bekerja sama dengan penegak hukum, seperti tuntutan ringan dari jaksa, kemudian hakim mempertimbangkan memberikan vonis ringan pula.

Hal itu juga ada dalam surat keputusan bersama antara LPSK, Kejaksaan Agung, Polri, KPK, dan MA.

Pakar hukum pidana korupsi dari Universitas Indonesia, Akhiar Salmi, juga mengkhawatirkan soal putusan Kosasih. ”Majelis hakim terlalu formalis dan positivistik. Seharusnya yang dilihat adalah asas manfaatnya, bahwa peran Kosasih telah mampu mengungkap kasus ini dengan terang dan jelas. Bisa dibayangkan jika tak ada justice collaborator, para terdakwa semua akan menjawab tidak tahu atau lupa,” kata Akhiar.

Akhiar menambahkan, putusan untuk Kosasih sebenarnya bisa menjadi yurisprudensi di dunia penegakan hukum jika hakim memasukkan pertimbangan rekan keadilan sebelum undang-undang yang mengaturnya keluar. ”Kalau justice collaborator ternyata tak masuk pertimbangan, saya khawatir tak akan ada lagi pelaku yang mau bekerja sama. Ini bahaya,” tuturnya.

Majelis hakim Pengadilan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu lalu, memvonis Jacob Purwono penjara 9 tahun dan denda Rp 300 juta subsider kurungan 6 bulan. Anak buahnya, Kosasih, divonis penjara 4 tahun dan denda Rp 150 juta subsider kurungan 3 bulan.

Jacob adalah mantan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sedangkan Kosasih adalah mantan Kepala Subdirektorat Usaha Energi Baru dan Terbarukan Ditjen LPE. Keduanya terbukti melakukan korupsi proyek pengadaan dan pemasangan listrik untuk perdesaan yang dibiayai Kementerian ESDM tahun 2007 dan 2008.

Hakim tidak mau

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com