Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrasi Rental Mobil

Kompas.com - 04/02/2013, 02:10 WIB

Wijayanto Samirin

Satu tahun mendekati pemilu, fenomena politisi lompat parpol kembali terjadi. Dengan jumlah parpol peserta pemilu yang hanya sepuluh, hal tersebut akan terasa lebih kental. Terutama akibat begitu banyaknya politisi dari parpol yang gagal ikut pemilu berusaha mencari ”rumah baru” untuk bertarung di 2014.

Fenomena ini terjadi di hampir semua demokrasi, tetapi apa yang terjadi di Indonesia perlu mendapat catatan tersendiri akibat pola perpindahan yang dinamis dan cenderung massal.

Kejadian yang sama umum terjadi di perusahaan. Eksekutif dengan mudah berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain karena pragmatisme perusahaan yang lebih mengutamakan kontribusi para eksekutif bagi perusahaan. Perusahaan tak mengenal sekat ideologi. Kinerja mereka terdefinisi dengan jelas, yaitu berapa profit perusahaan atau nilai tambah ekonomi yang diberikan kepada pemegang saham yang terefleksi dalam harga saham.

Jika hal yang sama terjadi di dunia politik, kita patut khawatir. Ketiadaan perbedaan ideologi yang jelas adalah masalah serius mengingat idealnya partai didirikan untuk memperjuangkan suatu pemikiran tertentu, bukan karena pragmatisme dan ego semata.

Politisi lompat partai ini mengakibatkan rekam jejak kinerja para politisi menjadi kabur. Dampaknya, semakin sulit bagi rakyat untuk membedakan mana politisi yang ingin memajukan demokrasi dan mereka yang hanya ingin menumpang hidup dalam sistem demokrasi. Padahal, kualitas politisi merupakan pilar penting kualitas demokrasi.

Kalaupun ada kriteria pemilihan politisi, parameter yang dipergunakan cenderung bias ke kepentingan partai, yaitu berapa banyak modal yang mereka bawa. Sudah barang tentu, parameter tersebut jauh dari menggambarkan aspirasi pemangku kepentingan utama parpol dalam sebuah demokrasi, yaitu masyarakat pemilih. Konsekuensinya, tak ada jaminan bagi konstituen kepentingan mereka akan terwujud atau minimal diperjuangkan.

Sepertinya proses korporatisasi partai politik sedang terjadi. Parpol berperilaku sebagaimana perusahaan. Menariknya, ada sebagian parpol yang mengarah pada format perusahaan keluarga di mana kekuasaan tertinggi ada di tangan pendiri atau generasi pewarisnya. Meski cenderung lebih mudah menjaga visi pendiri, perusahaan keluarga umumnya mengalami kendala defisit kepemimpinan dan ide segar.

Problem utama mereka untuk tumbuh adalah keterbatasan suplai eksekutif puncak yang berkualitas yang berasal dari kalangan keluarga. Pertumbuhan perusahaan pun akan terganggu. Dengan kata lain, parpol yang cenderung mengambil format ini dalam jangka panjang akan jadi kurang relevan dan sulit berkembang.

Parpol dan rental mobil

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com