”Akan kita lihat bagaimana dan sejauh mana ucapan itu membawa dampak, besar atau tidak. Kita belum bisa memutuskan sekarang,” ungkap Hatta Ali saat ditemui di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Rabu (16/1).
Hatta menjawab pertanyaan wartawan apakah ungkapan Daming terkait pemerkosaan itu bisa memengaruhi wibawa jabatan ketua pengadilan tinggi yang saat ini diemban Daming.
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perempuan dan Hak Asasi mendesak Daming dicopot dari jabatannya sebagai
Kemarin, koalisi yang terdiri atas 45 organisasi perempuan mendatangi Komisi Yudisial (KY) untuk melapor secara resmi ke KY. Koalisi juga mendesak KY segera memproses dugaan pelanggaran etik tersebut.
Permintaan tersebut langsung direspons Ketua KY Eman Suparman. Eman bahkan mengungkapkan, dirinya yakin Daming telah melanggar etik.
Hatta Ali menilai apa yang diungkapkan Daming merupakan keseleo lidah ketika gugup menghadapi uji kepatutan dan kelayakan. Meskipun demikian, Hatta berpendapat, seharusnya seorang calon hakim agung bisa mengatasi hal tersebut. Apalagi sebagai hakim, seharusnya yang bersangkutan sudah biasa dengan tekanan.
Ia membantah bahwa ungkapan Daming tersebut menjadi cara pikir (mind set) kebanyakan hakim di Indonesia. ”Kan, baru satu hakim yang mengucapkan. Yang lain, kan, tidak,” ungkapnya.
Berbeda dengan Hatta, Budi Wahyuni dari LBH Apik menyatakan, ungkapan Daming tersebut merupakan gambaran keseluruhan mengenai persepsi pejabat publik terhadap perempuan dan korban kekerasan seksual. Kasus Daming bukanlah kasus pertama. Sebelumnya ada pejabat publik lain yang mengungkapkan pernyataan dengan nada serupa.
Terkait dengan hal itu, Budi Wahyuni meminta KY memasukkan faktor keberpihakan terhadap perempuan sebagai salah satu unsur penilaian dalam seleksi calon hakim agung. KY juga diminta melacak rekam jejak para calon terkait hal tersebut.