Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Putusan Angie Cacat Yuridis Metodologis

Kompas.com - 11/01/2013, 14:43 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas menganggap putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta atas perkara Angelina Sondakh, cacat yuridis metodologis dalam memaknai fakta persidangan. Hal ini merupakan tanggapan Busyro atas putusan hakim yang menghukum Angelina empat tahun enam bulan penjara karena dianggap terbukti menerima suap terkait kepengurusan anggaran proyek di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Putusan ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta Angelina alias Angie dihukum 12 tahun penjara. "Putusan hakim yang ringan apalagi bebas, tanpa argumen hukum yang benar, semakin menegaskan adanya cacat yuridis metodologis," kata Busyro melalui pesan singkat, Jumat (11/1/2013).

Menurutnya, hakim gagal memaknai fakta persidangan bahwa Angelina sebagai anggota DPR memiliki makna khusus sebagai wakil rakyat. Jika dihukum ringan, menurutnya, justru akan merampas hak-hak rakyat. Apalagi, korupsi yang dilakukan Angie berkaitan dengan program pendidikan yang tujuannya mencerdaskan kehidupan bangsa.

"Hakim tidak memberi makna dan bobot yuridis atas fakta ini," tambah Busryo yang pernah menjadi memimpin Komisi Yudisial itu.

Cacat metodologis ini, lanjutnya, menyebabkan putusan terasa tandus dan lepas dari ruh keadilan serta keberpihakan kepada perlindungan rakyat sebagai korban yang masif. Busyro juga mengatakan, KPK akan mencermati putusan hakim atas perkara Angie ini melalui kerja sama dengan Mahkamah Agung (MA) dan KY.

Beda Penerapan Pasal

Selain memutus Angie empat tahun enam bulan penjara, majelis hakim Pengadilan Tipikor pun tidak mengharuskan Angie membayar kerugian negara sesuai dengan nilai uang yang dikorupsinya sebagaimana yang dituntut oleh jaksa KPK. Mengenai jumlah uang yang dianggap terbukti diterima Angie pun berbeda dengan pendapat jaksa.

Menurut majelis hakim, Angie hanya terbukti menerima uang Rp 2,5 miliar dan 1.200.000 dollar Amerika, atau sekitar Rp 14,5 miliar. Sementara menurut jaksa, Angie terbukti menerima uang senilai total Rp 12,58 miliar dan 2.350.000 dollar AS sepanjang 2010. Hakim juga menilai Angie tidak terbukti menggiring anggaran proyek wisma atlet SEA Games Kemenpora. Lamanya masa hukuman Angie yang diputuskan majelis hakim ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa karena penerapan pasal yang berbeda.

Hakim menilai Angie terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP, sementara jaksa memilih Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP, yang ancaman hukumannya lebih berat, maksimal 20 tahun penjara.

Selengkapnya, ikut di topik pilihan:
VONIS ANGELINA SONDAKH

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Nasional
    'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

    "Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

    Nasional
    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Nasional
    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Nasional
    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Nasional
    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Nasional
    Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

    Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

    Nasional
    Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

    Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

    Nasional
    Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

    Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

    Nasional
    Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

    Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

    Nasional
    Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

    Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

    Nasional
    Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

    Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

    Nasional
    Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

    Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

    Nasional
    Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

    Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

    Nasional
    “Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

    “Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com