JAKARTA, KOMPAS.com - Bupati Bogor Rachmat Yasin mengaku pernah ditemui Deddy Kusdinar dan Wafid Muharam terkait pembuatan rencana tapak (site plan) pusat pelatihan olahraga Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Deddy merupakan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Hambalang, sedangkan Wafid adalah mantan Sekretaris Kemenpora. Hal itu disampaikan Rachmat seusai diperiksa KPK sekitar enam jam sebagai saksi untuk penyidikan kasus Hambalang.
"Yang menghubungi saya Seskemenpora bersama stafnya, termasuk di antaranya Pak Deddy Kusdinar," kata Rachmat, di Gedung KPK, Kamis (13/12/2012).
Namun, Rachmat tidak menjelaskan lebih jauh tentang pertemuan dengan pihak Kemenpora itu. Sebelumnya, Rachmat mengaku hanya ingin dianggap pemerintah pusat kooperatif. Dia mengaku ingin membantu pemerintah pusat sebisa mungkin dalam menyukseskan proyek Hambalang. Lebih jauh Rachmat mengaku ditanya seputar kewenangannya selama pemeriksaan hari ini.
"Seperti misalnya penerbitan, penetapan lokasi, kemudian pengesahan site plan. Jadi saya memberikan kesaksian lebih pada fungsi sebagai administrasi daerah," katanya.
Proses penandantanganan site plan oleh Bupati Bogor ini diduga mengandung pelanggaran undang-undang sesuai dengan laporan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Laporan BPK itu menyebutkan, Bupati Bogor menandatangani rencana tapak (site plan) meski pun Kemenpora belum atau tidak melakukan studi Amdal terhadap proyek Hambalang sehingga diduga melanggar UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Peraturan Bupati Bogor Nomor 30 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengesahan Master Plan, Site Plan, dan Peta Situasi.
Selain itu, Kepala Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) meskipun Kemenpora belum melakukan studi Amdal terhadap proyek Hambalang sehingga diduga melanggar Perda Kabupaten Bogor Nomor 12 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung. Saat ditanya mengapa dirinya menyetujui site plan tanpa Amdal, Rachmat mengatakan bahwa yang dia izinkan adalah yang berkaitan dengan pembuatan layout.
"Bukan proses pembangunan, jadi enggak ada pelanggaran yang saya lakukan terhadap penerbitan site plan itu," katanya.
Rachmat juga mengatakan kalau persoalan site plan itu berbeda dengan Amdal. "Yang diminta bukan Amdal tapi dokumen Amdal. Itu berbeda. Amdal itu jadi keharusan pemrakarsa dari Kemenpora," tambahnya.
Dalam kasus Hambalang KPK menetapkan dua tersangka, yakni Menpora Andi Mallarangeng dan Deddy. Keduanya diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain namun justru merugikan keuangan negara.
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Proyek Hambalang