Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memupuk Integritas, Mulailah Menjunjung Kejujuran

Kompas.com - 04/12/2012, 03:48 WIB

Memupuk Integritas untuk Bangsa yang Bersih

Integritas adalah pilihan

Berbicara hanya kejujuran

Selalu mencari kebenaran

Teguh dan kuat akan godaan

Integritas harus dibina sejak kecil

Apakah Anda memiliki integritas?

Kata-kata itu dikutip dari tulisan yang terpampang di layar panggung untuk menandai dimulainya Konser Integritas: Once dan Glenn Fredly, Suatu Kolaborasi, di Balai Kartini, Jakarta, akhir November lalu. Pertunjukan musik dengan tema integritas seolah mengingatkan kita untuk kembali menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, dan konsistensi diri.

tak bisa dimungkiri bahwa banyak kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme yang diawali dengan sikap melenceng dari integritas. ”Saat ini, korupsi semakin merebak. Korupsi adalah gejala penyakit minimnya integritas kita. Integritas perlu menjadi komponen terpenting dalam kegiatan kita,” kata Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan dalam video rekaman yang tayang pada konser yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), ini.

Selain Anies, tokoh-tokoh lain juga memberikan pesan mengenai integritas, seperti Ketua KPK Abraham Samad, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie, dan Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia Natalia Soebagjo. Saat Once dan Glenn menyanyi dalam konser yang diadakan Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini juga diselipkan beberapa pesan integritas.

Menurut Guru Besar FHUI Hikmahanto Juwana, integritas terkait dengan kepercayaan, yakni kepercayaan terhadap individu, institusi, dan sistem. Belakangan, di negara ini integritas terhadap ketiga pilar itu turun.

Hal itu karena banyak pejabat yang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Sementara kepercayaan terhadap institusi, seperti kepolisian, pengadilan, kejaksaan, dan perpajakan, juga memudar karena kepercayaan dari masyarakat diselewengkan. Mereka memainkan hukum sekehendak mereka.

”Dalam suatu negara, kepercayaan publik adalah hal mutlak,” kata Hikmahanto. Tanpa kepercayaan, apa pun akan dipertanyakan publik. Sebut saja soal pemilu dan pilkada yang berujung dengan gugatan beberapa pihak.

Dia menyayangkan banyak lulusan FHUI sekarang yang enggan menjadi hakim dan jaksa. Padahal, hakim dan jaksa dapat memperbaiki sistem hukum di Indonesia.

Lulusan FHUI kini lebih bersifat pragmatis. Mereka berambisi menyelesaikan kuliah secepatnya. Mereka banyak yang berminat menjadi pengacara karena lebih banyak menghasilkan uang.

”Pada tahun 1950-1960-an, hakim tinggal di daerah elite Menteng, Jakarta, sedangkan pengacara di daerah pinggiran. Kini, yang terjadi sebaliknya, hakim dan jaksa tinggal di wilayah pinggiran, sedangkan pengacara top di Menteng,” ujar Hikmahanto. Pergeseran itu terjadi pada periode 1980-an dan kian hebat pada 1990-an.

Ada tiga kategori jebolan fakultas hukum yang masih berminat menjadi hakim dan jaksa. Pertama, mereka yang memiliki idealisme tinggi. Kedua, mereka yang orangtuanya dulu adalah hakim atau jaksa. Ketiga, mereka yang tidak diterima di mana-mana.

”Ada juga lulusan FHUI yang berminat berkarier sebagai hakim dan jaksa. Mereka memiliki IP tinggi. Namun, mereka berkali-kali gagal karena menolak membayar uang pelicin. Ketika saya menjabat dekan FHUI, saya mendorong agar lulusan UI mendaftar sebagai hakim atau jaksa. Saya juga meminta agar mereka tidak perlu membayar untuk lulus. Mereka memiliki idealisme dan integritas sehingga dapat dianggap sebagai aset bangsa ini. Sayang kalau membuang mereka. Suatu kehilangan besar bagi bangsa dan negara ini,” kata Hikmahanto.

Suara mahasiswa

Wahyu Purnomo, mahasiswa Jurusan Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, mengatakan, kepekaan terhadap masalah-masalah sosial, khususnya di bidang hukum, harus ditumbuhkan sejak menjadi mahasiswa. Jika mahasiswa tahu dan mau memperhatikan permasalahan di sekitar, dengan sendirinya akan terbentuk integritas sebagai seorang mahasiswa.

”Mahasiswa tidak boleh diam. Kami dituntut untuk menganalisis permasalahan bangsa sesuai dengan bidang ilmu yang kita pelajari di bangku kuliah dan harus mampu memberikan solusi dari permasalahan tersebut,” ujar Wahyu.

Dia mencontohkan, dirinya sebagai mahasiswa hukum harus selalu mengingat bahwa hukum itu untuk menyejahterakan rakyat, seperti yang diajarkan Prof Satjipto Rahardjo (Guru Besar FH Undip) dalam hukum progresifnya. ”Pegangan itulah yang akan menuntun kita untuk selalu tetap mengacu pada hukum yang prorakyat dan pro-keadilan sehingga integritas seorang mahasiswa hukum tidak akan luntur setelah mendapat gelar sarjana,” katanya.

Hal senada mengemuka dari Sekar Banjaran Aji, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Menurut dia, integritas penegak hukum bisa dipupuk sejak masih menjadi mahasiswa.

”Sebenarnya cara memupuk integritas itu mudah. Contohnya dengan hal-hal yang kecil, yaitu tepat waktu saat kuliah dan tidak melakukan titip absen. Itu hal sepele, tetapi bisa melatih kita untuk jujur dan bertanggung jawab sebagai mahasiswa,” kata Sekar.

Integritas sikap mahasiswa bisa dijalankan dalam kehidupan sehari-hari tanpa harus dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Sebagai mahasiswa hukum, Sekar mengatakan mendapat mata kuliah Sikap Mental dan Etika Profesi sebanyak 2 satuan kredit semester (SKS). Mata kuliah tersebut, kata Sekar, mengharuskan mereka menghadapi beberapa kasus serta menganalisis semua peraturan perundangan dan kode etik profesi penegak hukum.

”Dari situlah saya belajar memahami etika dalam profesi yang akan saya geluti di masa depan. Mata kuliah ini termasuk mata kuliah favorit saya karena setiap kelas hanya berisi maksimal 15 orang dengan sistem pembelajaran aktif dan diampu oleh dua dosen secara bergiliran,” ujar Sekar.

Nah, mulailah memupuk untuk mengatakan kebenaran dan konsisten agar kelak menjadi penegak hukum yang berintegritas untuk bangsa yang bersih. Harapan untuk perubahan masa depan bangsa yang lebih baik ada di pundak mahasiswa. (SIE/TIA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com