JAKARTA, KOMPAS.com - Hak Menyatakan Pendapat (HMP) atas skandal Bank Century yang kini diwacanakan Tim Pengawas DPR memiliki dua sisi secara politik maupun secara hukum. Sisi pertama, HMP jangan cuma dilihat secara politik untuk menjatuhkan mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono semata, tetapi juga harus dilihat bahwa HMP justru bisa membersihkan dan membebaskan nama Boediono yang kini Wakil Presiden RI dari sandera politik keterlibatannya dari kasus Bank Century.
Hal itu diungkapkan anggota Komisi III DPR bidang hukum Bambang Soesatyo di Jakarta, Selasa (27/11/2012) siang ini. "Jika keterlibatan Boediono tidak ada secara hukum saat disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK) jika ada HMP di DPR, maka Boediono akan bebas dari pemakzulan (impeacment) atau secara hukum dan tidak tersandera lagi dalam kasus Bank Century selamanya," kata Bambang.
Memang, sebaliknya, tambah Bambang, jika MK menyatakan ada bukti keterlibatan Boediono dan MK setuju dengan HMP, maka apa boleh buat Boediono akan dimakzulkan lewat Sidang Istimewa MPR yang diundang oleh DPR.
Menurut Bambang, dari dua sisi itu, HMP dilandasi semangat untuk menyelesaikan persoalan politik dan juga hukum yang selama ini menyandera Boediono dan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono atas kasus Bank Century.
Bambang menyatakan, dengan dua pandangan tersebut, siapa pun mestinya tidak harus takut dengan implikasi politik dari HMP. "HMP itu pada akhirnya soal pilihan. Tetap membiarkan pemerintahan ini tersandera plus citra buruk yang harus ditanggung Boediono jika tidak ada HMP, atau membebaskan pemerintahan SBY dari tuduhan sekaligus memulihkan nama baik Boediono jika ada HMP?" tanya Bambang lagi.
Menurut Bambang, mengambangkan penyelesaian hukum dan penyelesaian politik skandal Bank Century merefleksikan sikap pengecut. "Dan patut diduga, sikap itu bisa ditangkap sebagai upaya menyembunyikan pelanggaran hukum yang melibatkan banyak pihak yang kini mengendalikan kekuasaan. Ini kebiasaan buruk yang coba diulang-ulang di negeri ini," lanjutnya.
Kalau kebiasaan buruk ini tidak dihentikan, perjalanan sejarah bangsa memasuki dekade-dekade selanjutnya yang sarat dengan dosa sejarah. "Sebab, ketakutan generasi saat ini menyelesaikan persoalan. Ada begitu banyak kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang terjadi pada era sebelumnya dan tak pernah ditangani," ujar Bambang, seraya memberi contoh kasus BLBI.
"Indonesia tidak boleh terperangkap dalam rasa takut itu. Mewujudkan Indonesia negara hukum menuntut konsistensi. Konsistensi harus dibuktikan dengan kemauan dan keberanian politik yang sungguh-sungguh dalam menyelesaikan hingga tuntas persoalan-persoalan hukum, baik skala besar maupun kecil. Sebesar atau sekecil apa pun persoalan hukum itu, penyelenggara negara dan pemerintahan harus memastikan tidak adanya pertanyaan yang tersisa di benak rakyat dari setiap kasus atau persoalan hukum. Itulah konsistensi yang dibutuhkan untuk mewujudkan Indonesia negara hukum," demikian Bambang lagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.