Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koster Bantah Terima "Kado"

Kompas.com - 23/11/2012, 03:02 WIB

Jakarta, Kompas - Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PDI-P, I Wayan Koster, membantah tuduhan menerima aliran dana dari Grup Permai dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (22/11).

Koster dihadirkan sebagai saksi dalam sidang korupsi penggiringan proyek anggaran di Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Pemuda dan Olahraga dengan terdakwa Angelina Sondakh.

Sebelumnya, Dewi Untari, bawahan Yulianis di Executive Money Changer, mengaku pernah diperintah Yulianis (Wakil Direktur Keuangan Grup Permai) dan Mindo Rosalina Manulang (Manager Pemasaran Grup Permai) untuk menyerahkan dua kado berisi uang ke ruang kerja Koster di DPR. Kado diterima staf Koster sekitar 17 Oktober dan 26 Oktober 2010.

Anggota majelis hakim Hendra Yospin Alwi bertanya, ketika sering disebut menerima suap, apakah Koster pernah berupaya mengklarifikasi. ”Saya konfirmasi ke staf saya, Budi Supriyatna, dia tidak menerima,” jawab Koster.

Penasihat hukum Angie, Tengku Nasrullah, bertanya apakah Koster pernah menerima uang 400.000 dollar AS dari Dewi Utari dan 500.000 dollar AS yang dibungkus kado di ruangannya. Koster menjawab tidak pernah.

Koster juga membantah bahwa pada September 2010 pernah menerima uang yang dibungkus kado di Hotel Century, baik secara langsung maupun melalui stafnya.

”Saudara bertanggung jawab, ya, atas pernyataan ini, nanti bila perlu akan dikonfrontir dengan saksi lain,” kata hakim Hendra, yang diiyakan Koster. Hendra mengancam, jika ada keterangan bohong, saksi bisa diproses jaksa penuntut umum.

Jaksa penuntut umum juga mencecar Koster terkait komunikasi Koster dengan mitra kerja, Haris Iskandar, Sekretaris Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdiknas. Koster mengaku pernah berkomunikasi dengan mitra kerja, tetapi tak mengakui pernah berkomunikasi dengan Haris. Jaksa membacakan transkrip percakapan di Blackberry yang berisi permintaan agar alokasi untuk teman-teman di direktorat jangan ikut dilibas. ”Saya tak pernah dapat pesan seperti itu,” jawab Koster.

Hakim anggota Marsudin Nainggolan mencecar anggota DPR dari Fraksi Demokrat, Mahyuddin, terkait keanehan perubahan nomenklatur pada anggaran perguruan tinggi dari pengadaan sarana prasarana menjadi pembangunan gedung. Mahyuddin adalah mantan Ketua Komisi X yang sekarang anggota Komisi IX.

Mahyuddin lebih banyak terdiam mendengar pertanyaan hakim. ”Apakah ini prosedurnya? Tiba-tiba ada pembangunan fisik gedung baru. Dari mana biaya gambar dan pengurusan tanah? Di situlah ada permainan dengan rekanan, yang jujur sajalah,” kata Nainggolan.

Nainggolan berkeyakinan ada main mata dengan universitas dan jelas penyimpangannya.

”Kalau mekanisme komisi, ada enggak notulensinya? Ada enggak notulensinya, Saudara Wayan Koster?” tanya Nainggolan. ”Tidak, tidak ada,” jawab Koster.

Koster menjelaskan, nomenklatur sarana dan prasarana itu masih umum sifatnya. Rektor yang akan menentukan kebutuhan persisnya. (AMR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com