Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Riau Gudang Koruptor?

Kompas.com - 21/11/2012, 14:21 WIB
Syahnan Rangkuti

Penulis

oleh Syahnan Rangkuti

Ucapan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi tentang banyaknya pejabat daerah yang terkait tindak pidana korupsi, merupakan fakta yang tidak terbantahkan. Provinsi Riau, merupakan salah satu daerah yang menyumbang koruptor terbesar di Tanah Air.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Negeri Pekanbaru sepanjang tahun 2012 seakan tidak pernah putus menyidangkan kasus korupsi yang dilakukan para pejabat di seantero Provinsi Riau. Puluhan pejabat telah divonis, mulai dari jabatan Bupati sampai pelaksana tugas di lapangan. Puluhan lainnya sedang menunggu persidangan, baik yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi maupun oleh Kejaksaan Tinggi Riau.

Sejak enam bulan terakhir, hampir tidak ada hari tanpa sidang kasus korupsi di PN Pekanbaru. Acapkali majelis hakim terpaksa bersidang sampai malam hari karena mengejar waktu yang berkejaran dengan sidang korupsi lain.

Terakhir, hari Senin (19/11/2012) kemarin, PN Pekanbaru menyidangkan kasus korupsi senilai Rp 35,2 miliar dengan terdakwa Zulkifli Thalib, mantan Drektur Utama Bank Riau.

Zulkifli diduga terkait penyaluran kredit fiktif terhadap PT Saras Perkasa, Batam yang sebelumnya sudah dinyatakan tidak memenuhi persyaratan untuk mengajukan kredit. Terbukti, Dirut PT Saras Perkasa. Arya Wijaya tidak mampu melaksanakan kewajibannya sehingga kredit menjadi macet total.

Dari catatan Kompas.com, lima mantan Bupati di Riau sudah divonis penjara. Kasus pertama menimpa mantan Bupati Pelalawan, Azmun Jaafar yang dihukum penjara selama 11 tahun dalam kasus pembalakan liar. Kasus Asmun menjalar kepada Arwin AS (mantan Bupati Siak) dan Burhanudin Husin (mantan Bupati Kampar).

Dua bupati lainnya yang dihukum adalah Thamsir Rahman dalam kasus korupsi berjemaah selama menjabat pada periode 2003-2008 dan Ramlan Zas (mantan Bupati Rokan Hulu) dalam kasus dana bantuan sosial. Kasus Thamsir dikategorikan berjamaah, karena dilakukan secara bersama-sama hampir seluruh anggota DPRD Indragiri Hulu memakai uang APBD dengan cara kasbon sebesar Rp 116 miliar.

Kasus korupsi kepala daerah Riau itu belum termasuk, hukuman terhadap mantan Gubernur Riau, Saleh Djasid yang sudah divonis 4 tahun penjara pada tahun 2008 terkait korupsi dana pengadaan mobil pemadam kebakaran. Saleh telah menjalani hukuman dan sudah dibebaskan dari penjara beberapa waktu lalu.

Tentang, Thamsir Rahman (sekarang menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Riau dari Fraksi Partai Demokrat) telah dihukum 8 tahun penjara dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Riau.

Uniknya, Thamsir tidak langsung di tahan dan masih menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Riau, meski UU No 27/2009 tentang Susunan dan Kedudukan DPR.DPD dan DPRD serta Peraturan Pemerintah No 16/2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD menyebutkan, terdakwa kasus korupsi mesti dinonaktifkan.

Selain Thamsir, masih ada tiga anggota DPRD Riau lainnya yang semestinya dinonaktifkan karena tersangkut korupsi. Mereka adalah Tengku Azwir (korupsi dana pengadaan genset fiktif sewaktu menjabat Sekda Kabupaten Tokan Hulu), Muhammad Dunir dan Faisal Azwan (korupsi suap dana PON). Tidak lama lagi, delapan anggota DPRD Riau lainnya, akan menjalani sidang dalam kasus suap dana PON.

Secara terpisah, Humas Kejaksaan Tinggi Riau, Andre Ridwan menyebutkan, pihaknya sudah menetapkan beberapa orang tersangka dan sedang membidik pejabat di kabupaten/kota di Riau dalam kasus korupsi. Kasus itu antara lain korupsi dana pembangunan Islamic Center di Kabupaten Pelalawan dan pembangunan pabrik kelapa sawit mini di Kabupaten Bengkalis.

"Kejati Riau sudah menetapkan enam orang tersangka dalam kasus pembangunan Islamic Center Pelalawan. Berdasarkan audit BPKP terdapat kerugian negara senilai Rp 7,7 miliar. Dana sudah dicairkan sepanjang 2007 sampai 2009, namun gedung itu sampai sekarang tidak dapat dipakai," ujar Andre.

Pengamat hukum dari Universitas Islam Riau, Husnu Abadi yang dihubungi secara terpisah mengungkapkan, maraknya korupsi di Riau merupakan fenomena bahwa di negeri Melayu itu bahwa keserakahan dan upaya mencari harta sebanyak-banyaknya, menggunakan kewenangannya, semakin parah. Sebaliknya, penegakan hukum tidak kunjung berkuasa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com