Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Interpelasi Hanya untuk Pencitraan

Kompas.com - 20/11/2012, 02:46 WIB

Jakarta, Kompas - Penggunaan hak interpelasi atau hak bertanya atas kasus proyek pembangunan pusat pendidikan, pelatihan, dan sekolah olahraga nasional di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, kepada pemerintah dikhawatirkan hanya dijadikan panggung untuk pencitraan oleh sebagian fraksi atau anggota DPR tertentu.

”Panja (panitia kerja) saja sampai sekarang belum selesai bekerja. Kalau dinaikkan jadi pansus (panitia khusus) interpelasi, kami khawatir ini jadi ajang pencitraan saja karena semua interpelasi ada buntutnya,” kata Ketua Komisi X DPR Agus Hermanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/11).

Politisi Partai Demokrat itu menilai, penyelesaian oleh pansus hanya akan menghambur-hamburkan uang negara. Karena itu, akan lebih baik kasus dugaan pelanggaran dalam proyek Hambalang diselesaikan oleh Panja Hambalang Komisi X.

Anggota Komisi X dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Raihan Iskandar, juga mengatakan, ”Saya lebih cenderung memilih selesaikan dulu di panja karena ini sudah menjadi tanggung jawab panja.”

Saat ini, panja sudah mendapatkan data-data penguat, yakni hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kasus Hambalang. Panja akan berkoordinasi dengan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR yang sudah menelaah hasil audit BPK.

Hingga kemarin, baru tiga fraksi yang memiliki sikap tegas menanggapi rekomendasi penggunaan hak interpelasi oleh BAKN. Fraksi Partai Demokrat (F-PD) dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) menolak interpelasi. Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN), kata Sekretaris F-PAN Teguh Juwarno, memutuskan mendukung interpelasi.

Proses hukum

Ketua F-PDIP Puan Maharani mengatakan, interpelasi belum tepat dilakukan. Pasalnya, proses hukum kasus Hambalang tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena itu, akan lebih baik DPR menunggu KPK menyelesaikan proses hukum tanpa harus melakukan upaya politik seperti interpelasi.

Alasan yang sama dikemukakan Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Pemberantasan Korupsi dan Mafia Hukum Didi Irawadi Syamsuddin di Phnom Penh, Kamboja, Senin. ”Kami yakin KPK akan profesional dan menangani kasus ini,” katanya.

Peneliti Indonesia Corruption Watch Abdullah Dahlan di Jakarta mengatakan, jika DPR menggunakan hak interpelasi, peran DPR dalam proyek Hambalang juga harus bisa diungkap.

Kemarin, KPK memeriksa Direktur Utama PT Dutasari Citralaras Machfud Suroso sebagai saksi untuk tersangka kasus dugaan korupsi proyek Hambalang, Deddy Kusdinar. Dalam audit BPK, nama Machfud disebut menerima Rp 63,3 miliar.

Machfud mengakui, setelah mendapat uang muka pekerjaan subkontraktor di proyek Hambalang, dia sering bertemu istri Anas Urbaningrum, Athiyyah Laila. (NTA/why/lok/bil)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com