Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Periksa Saksi Kasus Dugaan Korupsi Pelat Nomor

Kompas.com - 12/11/2012, 15:00 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepolisian telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi kasus dugaan korupsi pengadaan pelat nomor kendaraan bermotor (PNKB). Namun, belum ada tersangka yang telah diperiksa penyidik tindak pidana korupsi Badan Reserse Kriminal Polri.

"Iya, sudah ada saksi diperiksa dimintai keterangan, tetapi belum sampai ke taraf pemeriksaan tersangka," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jakarta, Senin (12/11/2012).

Boy mengatakan, kasus tersebut telah naik ke tahap penyidikan sejak pertengahan Oktober 2012 lalu. Boy menerangkan, saat ini, penyidik masih melengkapi barang bukti dalam kasus tersebut. Boy enggan menjelaskan lebih lanjut soal tersangka dalam kasus tersebut.

"Belum bisa disebutkan (tersangka), masih menunggu dalam pemeriksaan alat bukti. Masih dalam tahap melengkapi alat bukti, saksi, dokumen dan sebagainya berjalan," terang Boy.

Kasus tersebut, menurut Boy, berbeda dengan kasus dugaan korupsi simulator SIM di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri. Namun, kuasa pengguna anggaran (KPA) dan pejabat pembuat komitmen (PPK) sama dengan proyek pengadaan simulator SIM, yakni Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai KPA dan AKBP Teddy Rusmawan sebagai PPK. Keduanya merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi simulator SIM.

"Memang seperti kaitan PPK sama, KPA sama (dengan simulator)," terangnya.

Selain proyek pengadaan simulator SIM senilai Rp 196 miliar, diduga ada dua proyek lain di Korlantas Polri pada 2011 lalu, yakni proyek PNKB senilai Rp 500 miliar dan STNK-BPKB dengan nilai Rp 300 miliar. Ketiga proyek ini diduga sarat unsur korupsi. Namun, untuk proyek STNK, Boy mengaku penyidik Polri belum menyidik kasus tersebut. Jika demikian, berebut kewenangan penanganan kasus dikhawatirkan dapat kembali terulang.

Pasalnya, nilai korupsi PNKB lebih besar daripada proyek pengadaan simulator SIM. Polemik berebut kewenangan penanganan kasus dugaan korupsi simulator SIM ditengahi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 8 Oktober lalu. Presiden mengatakan bahwa polisi harus menyerahkan penanganan kasus dugaan korupsi simulator SIM kepada KPK. Namun, jika ditemukan kasus berbeda terkait penyimpangan pengadaan barang dan jasa, hal ini akan ditangani oleh Polri.

Kabarnya KPK juga telah mencium adanya kasus korupsi lain di Korlantas Polri. Saat dikonfirmasi mengenai proyek PNKB tersebut, Juru Bicara KPK Johan Budi beberapa waktu lalu mengatakan, KPK belum menyentuh proyek lain di Korlantas Polri selain simulator SIM.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Korlantas Gugat KPK
Dugaan Korupsi Korlantas Polri
Polisi vs KPK

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

    KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

    Nasional
    KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

    KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

    Nasional
    Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

    Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

    Nasional
    Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

    Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

    Nasional
    TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

    TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

    Nasional
    Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

    Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

    Nasional
     Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

    Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

    Nasional
    Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

    Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

    Nasional
    RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

    RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

    Nasional
     Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

    Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

    Nasional
    Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

    Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

    Nasional
    Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

    Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

    Nasional
    Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

    Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

    Nasional
    Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

    Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

    Nasional
    Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

    Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com