Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wamenhan: RUU Kamnas Tidak Timbulkan Pemerintah Otoriter

Kompas.com - 09/10/2012, 19:26 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menjamin bahwa Rancangan Undang-undang (RUU) Keamanan Nasional (Kamnas) tidak akan menciptakan pemerintahan otoriter. Ia menilai rancangan UU itu hadir untuk mengkorelasikan tiga belas undang-undang yang sudah ada.

"Ada hal yang sekarang perlu kita clear-kan terkait RUU Kamnas karena ini bukan untuk mengembalikan tentara di era politik atau era kekuasaan," ujar Sjafrie, Selasa (9/10/2012), di Kompleks Parlemen Jakarta.

Menurut Sjafrie, saat ini pembahasan soal RUU Kamnas masih terlalu dini untuk dikritisi banyak pihak. Oleh karena itu, Sjafrie meminta agar setiap pihak sabar menunggu sampai RUU ini diuji dalam proses legislasi. Di dalam proses itu, Parlemen akan membuat daftar inventarisisasi masalah (DIM) dengan mendengar pendapat banyak pihak.

"Kalau kita pagi-pagi sudah mempermasalahkan, nanti ini jadi mubazir," kata Sjafrie.

Sjafrie menambahkan, munculnya inisiatif untuk membuat RUU Kamnas adalah untuk membuat sistem koordinasi dari tiga belas undang-undang yang sudah ada untuk memperkuat keamanan nasional. Sjafrie juga menyinggung soal keberadaan Dewan Keamanan Nasional (DKN) yang menuai protes masyarakat.

Dia menjelaskan, keberadaan DKN nantinya berada di bawah Presiden. Badan ini tidak memiliki wewenang operasional, apalagi mengerahkan tentara seperti yang disebutkan berbagai pihak. "Dewan itu isinya satu kelompok masyarakat, civil society sesuai permasalahan yang sedang terjadi. Dewan keamanan tidak ada kewenangan operasional. Dia hanya menyimpulkan dan menyerahkan kepada Presiden," ujar Sjafrie.

Presiden kemudian menggunakan kesimpulan DKN sebagai bahan pengambilan putusan politik. Lebih lanjut. Sjafrie membantah soal kabar kepala daerah bisa mengerahkan tentara dalam situasi genting.

"Yang mengerahkan tetap Presiden, bukan dewan ini," imbuhnya.

Seperti diberitakan, sebelum dibahas di Pansus, RUU Kamnas dibahas di Komisi I terlebih dahulu. Pihak Komisi I berpandangan, RUU itu harus dikembalikan ke pemerintah karena banyak catatan kritis dari 12 pihak yang diundang Komisi I. Pihak yang mengkritisi di antaranya Imparsial, Kontras, Komnas HAM, dan Dewan Pers.

Salah satu subtansi yang dikritisi yakni pembentukan Dewan Keamanan Nasional untuk menjaga keamanan. Pembentukan dewan itu dikhawatirkan akan mempreteli kewenangan Polri. Pansus RUU Kamnas memutuskan mengembalikan draf RUU Kamnas ke pemerintah untuk diperbaiki sejumlah subtansi yang dikritik.

Ketika itu, hanya Fraksi Partai Demokrat yang meminta agar pembahasan RUU Kamnas dilanjutkan. Akhirnya, draf diserahkan ke pemerintah. Beberapa partai pun juga ada yang menolak pembahasan RUU ini seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), PDI Perjuangan, dan Partai Hanura.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Nasional
Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Nasional
Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasional
Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Nasional
Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com