Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejagung Tahan Enam Tersangka Kasus Chevron

Kompas.com - 27/09/2012, 06:24 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Setelah menjalani pemeriksaan selama 10 jam, penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung menahan enam dari tujuh tersangka kasus dugaan korupsi proyek bioremediasi atau pemulihan tanah di PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), Rabu (26/9/2012). Adapun satu tersangka yang belum ditahan dan tidak hadir dalam pemeriksaan yakni General Manager Sumatera Light North (SLN) Operation Alexiat Tirtawidjaja karena masih berada di Amerika Serikat (AS) menemani suaminya yang sedang sakit.

"Diduga kuat dengan bukti permulaan yang cukup, itu alasannya (penahanan). Penyidik yakin," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik JAM Pidsus) Arnold Angkouw di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu malam.

Enam orang tersebut antara lain Endah Rumbiyanti (Manajer Lingkungan SLN dan Sumatera Light South/SLS), Widodo (Leader SLN Kabupaten Duri Provinsi Riau), Kukuh (Team Leader SLS Migas), Bachtiar Abdul Fatah (General Manager SLS Operation), serta pihak kontraktor, yakni Herlan (Direktur Perusahaan Kontraktor PT Green Planet Indonesia) dan Ricksy Prematuri (Direktur PT Green Planet Indonesia). Kelima tersangka ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung, sedangkan seorang perempuan yakni Endah di Rutan Pondok Bambu. Mereka akan ditahan hingga 20 hari ke depan.

Arnold menjelaskan, hingga kini pihaknya belum mendapatkan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung total kerugian negara. "Masih diproses, tetapi BPKP dengan penyidik sudah ada persepsi yang sama," terangnya.

Menurut Arnold, penyidik juga sedang menelusuri keterlibatan pihak lain, seperti dari pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan BP Migas.

Kasus ini bermula ketika PT Chevron, yang bergerak di sektor minyak dan gas (migas), menganggarkan biaya proyek lingkungan di seluruh Indonesia sebesar 270 juta dollar AS (sekitar Rp 2,43 triliun) untuk kurun waktu 2003-2011. Salah satunya adalah proyek bioremediasi atau pemulihan lingkungan dari kondisi tanah yang terkena limbah akibat eksplorasi minyak yang dilakukan perusahaan migas.

Proyek tersebut dikerjakan oleh PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya. Namun, saat diselidiki, diketahui bahwa kedua perusahaan tersebut tidak memenuhi klasifikasi teknis dan sertifikasi dari pejabat berwenang sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan limbah. Kedua perusahaan tersebut ternyata hanya perusahaan kontraktor umum sehingga tidak layak melaksanakan proyek bioremediasi. Proyeknya juga tidak dikerjakan alias proyek fiktif.

Penyidik juga mengaku memiliki hasil uji laboratorium yang menyatakan lahan PT CPI tersebut masih tercemar limbah. Kerugian negara diperkirakan hingga 23,361 juta dollar AS atau setara dengan Rp 200 miliar.

Sementara itu, sebelumnya Presiden Direktur Chevron A Hamid Batubara mengatakan, bioremediasi bukanlah proyek fiktif seperti yang disangkakan penyidik Kejaksaan Agung. Chevron memiliki sembilan tempat pemulihan tanah untuk bioremediasi di Riau.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

    Nasional
    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Nasional
    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

    Nasional
    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Nasional
    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

    Nasional
    Kualitas Menteri Syahrul...

    Kualitas Menteri Syahrul...

    Nasional
    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com