Kupang, Kompas
Kepala Unit Pelaksana Teknis Arkeologi, Sejarah, dan Nilai Tradisional Dinas Budaya dan Pariwisata NTT Alexander Bell mengatakan, Selasa (4/9), sasando memenuhi syarat untuk mendapatkan penghargaan dari UNESCO.
Kepala Museum NTT Leonardus Nahak mengatakan, di kalangan masyarakat Rote Ndao, sasando sudah akrab sejak abad ke-7 dan terus terpelihara dengan baik hingga sekarang.
Sasando adalah alat musik petik berbahan baku daun lontar yang dilengkung sehingga berbentuk setengah bundaran. Kedua ujungnya diikat di ujung potongan bambu yang seolah menjadi garis tengah permukaan bundaran daun lontar. Dalam bentuk aslinya dulu, tali pendentingnya langsung dari cungkilan kulit potongan bambu itu.
Dalam perkembangan selanjutnya, tali cungkilan kulit bambu diganti dengan senar dari kawat halus. Sementara di kedua ujung bambu dipasangi potongan kayu keras yang akan ditancapi sejumlah potongan sekrup pengikat senar. Belakangan atau sejak tahun 1980, tampilan sasando semakin bervariasi dengan ditemukannya sasando listrik.
Untuk menyiapkan usulan sasando ke UNESCO, akan dilakukan dialog terbuka tentang sasando. Dialog pekan depan itu rencananya akan melibatkan sejumlah budayawan dan pemerhati alat musik tradisional, seperti Johny Tendens, Nyongky Welvaart, dan I Made Purna.