Bengkulu, Kompas
Hal itu dikatakan Sekretaris Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu Burhandari, Senin (3/9). Menurut dia, sumber daya manusia aparat pemerintah dan penyedia jasa kaget ketika seluruh proses lelang dilakukan secara elektronik melalui internet. Akibatnya, tak banyak proyek pembangunan yang terealisasi.
Burhandari mencontohkan, dari 40 titik kerusakan jalan di seluruh wilayah provinsi, belum satu pun paket pengerjaannya terealisasi. ”Lambatnya proyek pembangunan ini menjadi beban psikologis anggota Dewan kepada konstituen. Seharusnya teknologi memudahkan kita, tetapi ini malah menghambat. Kenyataannya para penyedia jasa dan sumber daya aparat belum siap dengan sistem ini,” ujarnya.
Pelaksana Tugas Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah mengakui kurangnya pemahaman dan kesiapan sumber daya manusia aparatur pengelola kegiatan di setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait lelang elektronik. Hal serupa juga terjadi pada penyedia jasa sebagai rekanan pemerintah. Sebagian mereka belum siap menjalankan sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik.
Dari 23 SKPD di Provinsi Bengkulu, terdapat 216 paket pengadaan barang dan jasa yang dikelola unit layanan pengadaan. Dari jumlah itu, 99 paket (44 persen) sudah selesai lelang, 16 paket (7 persen) harus lelang ulang, 54 paket (25 persen) dalam proses lelang, dan 47 paket (22 persen) persiapan lelang.
Koordinator Layanan Pengadaan secara Elektronik (LPSE) Provinsi Bengkulu Husni Mahyudin menambahkan, kemampuan dan penguasaan rekanan di Bengkulu terhadap sistem pengadaan secara elektronik masih kalah jauh dibandingkan dengan mereka yang berasal dari luar Bengkulu. Untuk itu, LPSE Bengkulu memfasilitasi pelatihan mekanisme pengadaan elektronik untuk para kontraktor.
Kepala Bappeda Provinsi Bengkulu Edy Waluyo menjelaskan, tingkat penyerapan anggaran sudah 46 persen. Namun, menurut Burhandari, penyerapan anggaran 46 persen itu sudah termasuk gaji pegawai sehingga jumlahnya terlihat besar.