JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan tindak pidana korupsi dinilai seharusnya tidak dibentuk di 33 provinsi atau cukup di kota-kota besar. Pasalnya, jika dibentuk di seluruh provinsi, maka sulit untuk melakukan pemantauan para hakim.
Hal itu dikatakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie dan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan secara terpisah di Jakarta, Senin (20/8/2012).
Keduanya dimintai tanggapan penangkapan hakim Kartini Juliana Magdalena Marpaung yang bertugas di Semarang dan hakim Heru Kisbandono yang bertugas di Pontianak oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka ditangkap seusai upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI dengan barang bukti uang tunai Rp 150 juta.
"Dulu kita berharap jangan terlalu banyak pengadilan tipikor. Tidak usah di tiap provinsi. Tapi oleh pemerintah periode lalu dipaksakan supaya tiap provinsi ada. Itu lah akibatnya kontrolnya jadi tidak ada," kata Jimly.
Trimedya mengatakan, ketika pembahasan pembentukan Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (UU Pengadilan Tipikor), para politisi Komisi III menginginkan agar pengadilan tipikor hanya dibentuk tak lebih dari 10 kota agar mudah dikontrol. Namun, kata dia, desakan dari publik ketika itu kuat sehingga pengadilan tipikor dibentuk di setiap provinsi.
"Dulu kami berpikir di kota-kota besar, misalnya Medan, Jakarta, Surabaya, Bandung, Makassar. Sekarang sudah di 33 provinsi. Bagaimana kontrolnya? Ini kan problemnya selalu kontrol," kata Trimedya.
Trimedya menilai pengadilan tipikor masih tetap diperlukan atau jangan persidangan kasus korupsi dikembalikan ke pengadilan negeri. Hanya saja, kata dia, jika UU Pengadilan Tipikor itu direvisi nantinya, pengadilan tipikor sebaiknya dibentuk hanya di kota besar.
Selain mempermasalahan keberadaan pengadilan tipikor di tiap provinsi, Trimedya dan Jimly juga menilai ada masalah dalam proses rekrutmen hakim, khususnya hakim ad hoc. Keduanya meminta agar proses seleksi selanjutnya dilakukan lebih ketat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.