Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wali Kota Semarang Divonis 1,5 Tahun

Kompas.com - 13/08/2012, 17:58 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman penjara satu tahun enam bulan kepada Wali Kota Semarang Soemarmo Hadi Saputro. Selain hukuman penjara, Soemarmo diwajibkan membayar denda Rp 50 juta yang dapat diganti dengan dua bulan kurungan.

Majelis hakim menilai Soemarmo terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan memberi uang ke anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2012.
Pembacaan vonis tersebut berlangsung dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (13/8/2012).

"Menyatakan terdakwa terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama sesuai dengan Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sesuai dakwaan subsider," kata Ketua Majelis Hakim, Marsudin Nainggolan.

Selaku Wali Kota Semarang, Soemarmo dianggap terbukti bersama-sama Sekretaris Daerah (Sekda) Akhmad Zaenuri memberi uang Rp 304 juta kepada anggota DPRD Kota Semarang melalui Agung Purno Sarjono dan Sumartono. Agung Purno merupakan anggota DPRD Semarang asal Fraksi Partai Amanat Nasional, sedangkan Sumartono anggota DPRD dari Fraksi Partai Demokrat. Sumartono divonis dua tahun enam bulan karena dianggap terbukti menerima uang, sedangkan Akhmad Zaenuri divonis satu tahun enam bulan penjara karena terbukti memberi uang anggota DPRD.

Menurut majelis hakim, Soemarmo tidak terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor sebagaimana dakwaan primer. Tidak cukup bukti yang menunjukkan pemberian uang itu memengaruhi anggota DPRD untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan jabatannya. "Pembahasan KUA (Kebijakan Umum Anggaran) dan PPAS (Prioritas Plafon Anggaran Sementara) sudah sesuai dengan jadwal Bamus (badan musyawarah) DPRD sehingga anggota Dewan sudah bekerja sesuai dengan ketentuan," ujar Marsudin.

Pendapat hakim ini berbeda dari jaksa KPK yang menilai pemberian uang ke DPRD itu dengan maksud agar DPRD tidak memperlambat pembahasan KUA dan PPAS karena lampiran sudah terlambat diserahkan Pemkot Semarang ke DPRD. Lampiran KUA dan PPAS, menurut jaksa, paling lambat diserahkan pertengahan Juli 2011, tetapi kenyataannya lampiran itu baru diserahkan Oktober 2011.

Hakim juga menilai Soemarmo telah didesak Agung Purwo Sarjono untuk memberikan uang Rp 10 miliar. "Selanjutnya terdakwa menyampaikan permintaan tersebut kepada Akhmad Zaenuri dan SKPD, dan menyanggupi berikan Rp 4 miliar tapi baru memberikan Rp 304 juta yang diketahui dan dikehendaki terdakwa," ujar Marsudin.

Selain itu, hakim menilai pemberian uang Rp 40 juta terkait pembahasan rancangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ke DPRD seperti yang didakwakan jaksa KPK tidak pernah dikehendaki oleh Soemarmo.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim juga mengedepankan hal-hal yang memberatkan dan meringankan hukuman Soemarmo. Hal yang memberatkan adalah perbuatan Soemarmo bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah Semarang. Adapun yang meringankan adalah Soemarmo cukup lama mengabdi sebagai pegawai negeri, banyak memperoleh penghargaan, dan membawa Kota Semarang mendapat penghargaan.

"Selama 30 tahun mengabdi jadi PNS yang diawali dari kelurahan, camat, kepala Bappeda, Sekda, dan Wali Kota semarang. Banyak memperoleh penghargaan pemerintah dan pemerintah Semarang terima penghargaan nasional, terkait pedagang kaki lima dan lingkungan hidup selama pemerintahan terdakwa," papar Marsudin.

Dalam putusannya, satu hakim anggota berbeda pendapat. Hakim Made Hendra menilai cukup bukti untuk memutus Somarmo bersalah sesuai dengan dakwaan primer, yakni Pasal 5 Ayat 1 huruf a UU Tipikor. Menurutnya, perbuatan Soemarmo dapat dikatakan suap karena pembahasan KUA dan PPAS sudah lewat dari jadwal yang ditentukan namun kembali dibahas setelah ada pemberian uang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surati Kabareskrim, FKMS Minta Kasus Dugaan Ijazah Palsu Bupati Ponorogo Dituntaskan

Surati Kabareskrim, FKMS Minta Kasus Dugaan Ijazah Palsu Bupati Ponorogo Dituntaskan

Nasional
PN Jakarta Pusat Nyatakan Tak Berwenang Adili Perbuatan Melawan Hukum Terkait Pencalonan Gibran

PN Jakarta Pusat Nyatakan Tak Berwenang Adili Perbuatan Melawan Hukum Terkait Pencalonan Gibran

Nasional
Tak Sejalan dengan Reformasi, Revisi UU TNI Sebaiknya Dihentikan

Tak Sejalan dengan Reformasi, Revisi UU TNI Sebaiknya Dihentikan

Nasional
Demokrat Tak Persoalkan Anggota Tim Transisi Pemerintahan Diisi Kader Gerindra

Demokrat Tak Persoalkan Anggota Tim Transisi Pemerintahan Diisi Kader Gerindra

Nasional
Menteri PUPR Jadi Plt Kepala Otorita IKN, PKB: Mudah-mudahan Tidak Gemetar

Menteri PUPR Jadi Plt Kepala Otorita IKN, PKB: Mudah-mudahan Tidak Gemetar

Nasional
Istana Cari Kandidat Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Definitif

Istana Cari Kandidat Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Definitif

Nasional
Soal Pimpinan Otorita IKN Mundur, Hasto PDI-P: Bagian dari Perencanaan yang Tak Matang

Soal Pimpinan Otorita IKN Mundur, Hasto PDI-P: Bagian dari Perencanaan yang Tak Matang

Nasional
Pendukung Diprediksi Terbelah jika PDI-P Usung Anies pada Pilkada Jakarta

Pendukung Diprediksi Terbelah jika PDI-P Usung Anies pada Pilkada Jakarta

Nasional
Indonesia Akan Bentuk 'Coast Guard', Kedudukan Langsung di Bawah Presiden

Indonesia Akan Bentuk "Coast Guard", Kedudukan Langsung di Bawah Presiden

Nasional
Bareskrim Kirim Tim ke Thailand Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Bareskrim Kirim Tim ke Thailand Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
MA Ubah Syarat Usia Calon Kepala Daerah, PDI-P: Ujung-ujungnya Tetap Nepotisme

MA Ubah Syarat Usia Calon Kepala Daerah, PDI-P: Ujung-ujungnya Tetap Nepotisme

Nasional
Dualisme Pengamanan Laut, Bakamla Disiapkan Jadi Embrio 'Coast Guard' RI

Dualisme Pengamanan Laut, Bakamla Disiapkan Jadi Embrio "Coast Guard" RI

Nasional
Istri SYL Dapat Uang Operasional Bulanan Rp 30 Juta dari Kementan

Istri SYL Dapat Uang Operasional Bulanan Rp 30 Juta dari Kementan

Nasional
Soal Revisi UU TNI-Polri, Mensesneg: Presiden Belum Baca

Soal Revisi UU TNI-Polri, Mensesneg: Presiden Belum Baca

Nasional
SYL Begal Uang Perjalanan Dinas Pegawai Kementan Selama 4 Tahun, Total Rp 6,8 Miliar

SYL Begal Uang Perjalanan Dinas Pegawai Kementan Selama 4 Tahun, Total Rp 6,8 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com