Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Falsafah "Huma Betang" Perlu Dilestarikan

Kompas.com - 06/08/2012, 20:38 WIB

Dia menyatakan tidak pernah ada larangan untuk datang pada komunitas Dayak, walau mereka tidak pernah dikenal sebelumnya. Jika komunitas luar yang ikut serta dalam upaya bercocok tanam, berladang, berkebun selalu dipersilakan selama tidak menyalahi tata aturan, tatanan budaya masyarakat setempat.

Guru besar yang sering tampil di seminar regional dan nasional itu mengatakan, toleran merupakan sikap budaya yang dikembangkan dalam pembangunan masyarakat untuk menunjukan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.

Toleransi muncul di kalangan masyarakat Dayak yang juga disebut dengan kearifan lokal di ¿huma Betang¿ ini, seperti perbedaan kepercayaan antara anak dengan orang tua, kakak dan adik atau terhadap mereka yang ada di sekitar.

"Budaya yang sudah turun temurun yaitu jika sekelompok warga mau melaksanakan upacara ritual keagamaan. Bagi penganut agama/kepercayaan lain, dipersiapkan bahan berupa beras, ayam, minyak goreng, garam dan lain-lain," katanya.

Para penganut kepercayaan yang berbeda ini turut merasakan pula segala suka cita mereka dalam kebersamaan. Namun cara memasak dipersilakan untuk dimasak oleh kelompok itu sendiri. Terlebih hal ini terhadap para tamu yang datang ke desa mereka.

Falsafah "huma betang"

Norsanie mengatakan, umumnya masyarakat Dayak yang penuh toleransi ini terjadi pergeseran dalam kurun waktu 10-15 tahun terakhir. Pergeseran budaya ini dipengaruhi oleh kemajuan kota dan modernisasi.

Sebagai contoh 20 tahun lalu, anak yang mau sekolah ke kota khususnya di Palangka Raya sulit mencari rumah kost, yang banyak adalah anak dititip pada keluarga yang tinggal di Palangka Raya.

Apakah ia keluarga satu keturunan darah, ataukah hanya kenalan tetangga desa. Di sini toleransi yang sangat tinggi. Karena anak yang ikut tinggal di rumah tersebut tidak pernah membayar sewa. Karena saling toleransi se daerah, kecamatan atau kabupaten.

"Toleransi di sini juga tidak memandang beda kepercayaan yang dianut oleh warga yang tinggal dalam satu rumah, dengan penuh tenggang rasa dan tolong menolong. Di sinilah salah satu toleransi filosafi Huma Betang  kita," ujarnya.

Rumah kost mulai berdiri karena banyaknya anak yang datang dari kota lain ke luar provinsi Kalteng, saat mereka melanjutkan pendidikan terutama kuliah. Mereka mau tidak mau harus mencari tempat tinggal antara 4-5 tahun ke depan.

Pada saat itulah masyarakat Kota Palangka Raya mulai mendirikan rumah kost untuk kaum pendatang sebagai salah satu wujud dari falsafah huma betang yang diimplementasikan dalam budaya masyarakat daerah tersebut.

Masyarakat Dayak sungguh memberikan kearifan yang sangat tinggi harganya. Tidak pernah ada perselisihan, yang berarti dalam kehidupan Huma Betang. Saling menghargai, menghormati dan saling tolong menolong tercipta sejak beberapa abad silam dan masih bisa dilihat hingga sekarang.

Falsafah huma betang dalam kehidupan masyarakat Kalteng betul-betul hidup bersama dalam suatu suasana harmonis manakala pendatang berpegang menganut budaya "di mana bumi di injak, di situ langit dijunjung".

Mencermati kehidupan yang konsisten pada kearifan lokal huma betang itu, agaknya tidak keliru manakala budaya yang berkembang dalam masyarakat di seluruh Provinsi di Indonesia, termasuk di Kalteng dipertahankan bagi kelanjutan pembangunan di masa mendatang.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com