Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Kembali Periksa Hartati Murdaya

Kompas.com - 30/07/2012, 09:09 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin (30/7/2012), kembali menjadwalkan pemeriksaan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Hartati Murdaya Poo, terkait penyidikan kasus dugaan suap hak guna usaha (HGU) di Buol, Sulawesi Tengah. Dia diperiksa dalam kapasitas sebagai pemilik PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) dan PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM), perusahaan yang diduga terlibat kasus suap tersebut.

"Hartati hari ini (30/7/2012) diperiksa lagi," kata Juru Bicara KPK Johan Budi melalui pesan singkat, Senin.

Menurutnya, pemeriksaan hari ini merupakan lanjutan dari pemeriksaan Jumat (27/7/2012) pekan lalu. Hartati kembali diperiksa sebagai saksi untuk anak buahnya, Gondo Sudjono, yang menjadi tersangka kasus ini. KPK menetapkan Gondo dan petinggi PT HIP lainnya, yakni Yani Anshori, sebagai tersangka.

Keduanya tertangkap tangan sesaat setelah diduga menyuap Bupati Buol Amran Batalipu dengan uang Rp 3 miliar. Suap diduga berkaitan dengan kepengurusan penerbitan HGU baru perkebunan kelapa sawit PT HIP dan PT CCM di Buol. KPK pun menetapkan Amran sebagai tersangka.

Seusai diperiksa selama 12 jam, pekan lalu, Hartati mengakui perusahaannya dimintai Rp 3 miliar oleh Amran. Dari Rp 3 miliar yang diminta, hanya Rp 1 miliar yang diberikan ke Amran. Namun, kata Hartati, bukan dirinya yang memberikan uang itu ke Amran.

Hartati juga membantah disebut memberi bantuan pilkada ke Amran. Menurut Hartati, pemberian ke Amran tersebut bukan untuk bantuan pilkada, melainkan terkait keamanan PT HIP dan PT CCM di Buol yang tidak kunjung kondusif. "Urusan saya itu masalah pabriknya terancam keamanan terus-menerus seperti ini," ujarnya.

Informasi dari KPK menyebutkan, Hartati diduga sebagai inisiator pemberian suap ke Bupati Buol. KPK sudah meminta Imigrasi mencegah Hartati bepergian ke luar negeri. Selain itu, KPK mencegah enam anak buah Hartati, yakni Direktur PT HIP Totok Lestiyo, karyawan PT HIP, Soekarno, Benhard, Seri Sirithorn, dan Arim; serta Direktur PT CCM Kirana Wijaya.

Pengacara Amran, Amat Entedaim, sebelumnya mengakui kliennya pernah mendapat dana bantuan dari PT HIP untuk menghadapi Pilkada 2012. Konsultan politik, Saiful Mujani, seusai diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus ini mengungkapkan, PT HIP membantu Amran memenangkan Pilkada 2012. Perusahaan tersebut membayarkan survei terkait pemenangan Amran sebagai calon bupati petahana. Uang untuk biaya survei ke lembaga survei milik Saiful itu disampaikan melalui Direktur PT HIP Totok Lestiyo.

Sebelumnya, penyidik KPK memeriksa putra pengusaha Artalyta Suryani, Rommy Dharma Satiyawan, dan Direktur Utama PT Sonokeling Buana Saiful Rizal. Ketiganya diperiksa dalam kapasitas sebagai pewakilan PT Sonokeling Buana, perusahaan yang juga memiliki HGU perkebunan kelapa sawit di Buol. Letak perkebunan kelapa sawit PT Sonokeling berdekatan dengan kebun PT HIP dan PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM).

Kamis (26/7/2012), Juru Bicara KPK Johan Budi mengisyaratkan kalau KPK tengah membidik tersangka baru kasus ini. Menurut Johan, ada perkembangan dalam pemeriksaan saksi ataupun tersangka yang mengerucut pada informasi keterlibatan pihak lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

     PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com