Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siapa Bilang Kedelai Impor Lebih Bergizi?

Kompas.com - 28/07/2012, 11:27 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Buang jauh-jauh anggapan kedelai impor lebih bagus atau lebih bergizi dibanding kedelai produksi Indonesia. Pasalnya, hasil penelitian, kedelai lokal jauh lebih bergizi dan lebih menguntungkan bagi perajin tahu atau tempe.

Pengamat tempe dari Inggris, Jonathan Agranoff mengatakan, anggapan kedelai impor lebih baik dibanding lokal masih diyakini oleh perajin tahu, tempe, atau kecap di Indonesia. Anggapan itu muncul lantaran ukuran kedelai lokal lebih kecil serta tidak rata.

Akibatnya, kata Jonathan, 14 jenis kedelai dari berbagai daerah di Indonesia belum banyak dimanfaatkan. "Buang jauh-jauh anggapan itu. Kedelai lokal jauh lebih bagus, lebih enak dari impor," kata Jhonathan saat diskusi Sindo Radio "Memble Tanpa Tempe" di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (28/7/2012).

Jonathan mengatakan, hasil penelitiannya, membuat tempe dengan kedelai jenis gerobokan dan anjasmoro lebih enak dibanding memakai kedelai impor. Selain itu, lebih menguntungkan lantaran 1 kilogram kedelai jenis anjasmoro mampu menghasilkan tempe seberat 1,74 kilogram. Adapun kedelai impor hanya 1,59 kilogram.

Jonathan menambahkan, lantaran lebih senang menggunakan kedelai impor, perajin tahu dan tempe di Malang, Jawa Tengah, pernah kaget ketika mencicipi tempe buatannya yang menggunakan kedelai jenis anjasmoro.

"Perajin tempe tanya saya, ini kedelai dari mana? Dari luar yah? Saya jawab, ohh bukan, ini dari daerah Jawa Tengah. Mereka bilang ini kok enak sekali, air cucian juga jernih. Mereka langsung minum dari air rendamannya. Padahal kedelai impor airnya kotor, hitam, harus dicuci lima kali. Itu karena kedelai impor sudah disimpan di gudang di Amerika kadang-kadang sampai lima tahun," kata dia.

"Kedelai itu baru dibuang kalau tidak dibeli. Itu buat pakan ternak atau dibuang ke pasar konsumsi terbesar di dunia, yaitu Indonesia. Pasar Indonesia terjamin khususnya di Jawa karena mau tak mau harus hidup dari tahu dan tempe karena tidak mampu beli makan steak," tambah Jonathan.

Direktur INDEF Enny Sri Hartati mengatakan, masyarakat Indonesia terkadang terkesima dengan hampir semua produk impor, terutama komoditas pangan, lantaran hanya melihat tampilan luar dan harga murah tanpa mempertimbangkan kualitas. Padahal, kata dia, kedaulatan pangan adalah harga mati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com