JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus dugaan suap cek perjalanan, Miranda S Goeltom, menyinggung penetapannya sebagai tersangka yang diduga cacat hukum dalam eksepsi atau nota keberatan pribadinya atas surat dakwaan tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Eksepsi tersebut dibacakan Miranda dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/7/2012).
Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia itu mengutip pemberitaan majalah Tempo edisi 6-12 Februari 2012 halaman 30-31 yang isinya soal penetapan tersangka Miranda yang menuai kontroversi di internal KPK. Miranda mengatakan, dalam pemberitaan tersebut, penetapan Miranda sebagai tersangka diumumkan 26 Januari 2012, padahal penetapan untuk dilakukan penyidikan baru ditetapkan pada 4 April 2012 berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) nomor 13/01/IV/2012.
"Menimbulkan tanda tanya besar bagi saya, apakah penetapan saya sebagai tersangka memiliki cacat hukum? Oleh karenanya saya serahkan ke majelis hakim yang mulai yang punya kewenangan untuk memeriksa, menilai keganjilan atau cacat hukum tersebut," kata Miranda.
Pengajar di Universitas Indonesia itu pun mengutip pemikiran Martin Luther King, Jr yang mengatakan bahwa tujuan dari proses hukum adalah untuk mencari keadilan, bukan sebagai alat penghukuman semata yang didasarkan atas anggapan-anggapana, desakan untuk memenuhi keinginan publik atau memuaskan publik semata.
"Karena apabila hal tersebut dilakukan maka hal itu sangat berbahaya bagi perkembangan dalam kehidupan sosial, bukan hanya untuk saya pribadi tapi juga masyarakat pada umumnya," ucap Miranda.
Dia juga mengaku tidak tahu menahu mengenai pemberian cek perjalanan ke anggota DPR 1999-2004 yang diperkarakan KPK itu. Dalam surat dakwaan yang dibacakan tim jaksa penuntut umum KPK sebelumnya, Miranda diduga menyuap anggota DPR 1999-2004 terkait pemilihannya sebagai DGS BI 2004.
Miranda bersama-sama Nunun Nurbaeti atau masing-masing bertindak sendiri, memberi cek perjalanan Bank Internasional Indonesia (BII) senilai Rp 20,8 miliar melalui Ari Malangjudo ke anggota DPR 1999-2004, antara lain, Hamka Yandhu (Fraksi Partai Golkar), Dudhie Makmun Murod (Fraksi PDI Perjuangan), dan Endin Soefihara (Fraksi PPP). Cek perjalanan tersebut merupakan bagian dari total 480 cek perjalanan BII senilai Rp 24 miliar.
Sementara dalam eksepsinya, Miranda mengaku tidak pernah memberikan, menjanjikan, atau menganjurkan kepada siapapun untuk memberi apapun, baik sebelum maupun sesuah pemilihan DGS BI 2004. Dia pun menantang majelis hakim Pengadilan Tipikor untuk berani membebaskan dirinya. "Sehingga majelis hakim memberikan putusan sela yang menyatakan dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima atau batal demi hukum," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.