Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Indonesia kalau Tidak Akui Perbedaan

Kompas.com - 15/07/2012, 03:31 WIB

Jakarta, Kompas - Ketua Umum Gerakan Pemuda Anshor Nusron Wahid, di Solo, Sabtu (14/7), mengatakan, bukan Indonesia kalau tidak mengakui perbedaan pendapat di antara pemeluk agama. Seruan ini disampaikan menjelang puncak hari ulang tahun ke-78 GP Anshor di Solo.

Puncak hari ulang tahun ke-78 GP Ansor akan dilakukan apel siaga sekitar 30.000 Banser bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Senin (16/7), di GOR Manahan Solo.

”Perbedaan merupakan keniscayaan yang harus dirawat dan dikelola sebagai kekayaan bangsa Indonesia, bukan dipersoalkan dan digugat saat ini,” kata Nusron semalam.

Menurut Nusron, ada tiga masalah Indonesia modern yang disorot oleh Gerakan Pemuda Ansor sekarang ini, yakni terkait keragaman/kebhinnekaan, mengentaskan penduduk dari kemiskinan, memberantas korupsi, dan kepastian hukum. Untuk itu GP Ansor siap menjadi benteng bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

”Demokrasi kita sudah optimal. Tinggal sekarang bagaimana mengisi ruang demokrasi secara berkualitas sebab esensi dari demokrasi adalah keteraturan sistem dan pengakuan perbedaan serta perlindungan terhadap kaum minoritas. Itu semua merupakan konsep demokrasi,” kata Nusron Wahid yang dihubungi Kompas saat peringatan Hari Lahir ke-78 GP Ansor di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (14/7).

Dalam rangkaian kegiatan hari lahir GP Ansor, Sabtu kemarin diselenggarakan juga Musyawarah Kubro Kyai-Ulama Muda di Asrama Haji Donohudan Solo yang diikuti oleh ratusan peserta.

Hadir sebagai pembicara dalam sesi pertama adalah Gus Yahya Staquf, Abdul Ghofur Maemun, Fuad Rahmany (Dirjen Pajak), dan KH Masdar Farid Mas’udi (Katib Syuriah NU) yang membahas tentang perekonomian umat Islam.

Sementara dalam sesi kedua hadir sebagai pembicara Wakil Ketua Umum PBNU As’ad Said Ali, Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Komjen Polisi Imam Sudjarwo, Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin, dan Ketua Taruna Merah Putih Maruarar Sirait. Mereka membahas tentang pilar-pilar NKRI. 

Kemajemukan

Menurut Nusron Wahid, melihat kenyataan Indonesia, kemajemukan merupakan sistem terbaik dan tepat yang sudah dipilih para pendiri bangsa. ”Kita ini berjuang merebut kemerdekaan, jadi sebagai generasi penerus wajib mempertahankan apa yang dulu sudah diperjuangkan,” tegasnya.

Sayangnya, kata Nusron, akhir-akhir ini banyak sekali kelompok dan daerah serta instansi yang mengatasnamakan demokrasi sudah jauh dari implementasi Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

”Anehnya aparat keamanan mendiamkan. Kita sebagai bangsa yang terganggu seakan-akan tidak bisa berbuat apa-apa. Selama ini aparat kurang tegas dalam menindak kelompok-kelompok yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Intinya, polisi harus tegas dalam menjaga keragaman. Karena NKRI sedari awal didirikan di atas keragaman, Bhineka Tunggal Ika,” tegas Nusron.

Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Komjen Imam Sudjarwo yang hadir pada peringatan hari lahir GP Ansor digugat peserta Harlah GP Ansor terkait ketegasan polisi dalam mengatasi berbagai isu radikalisasi agama. Sikap ambivalensi polisi selama ini dianggap menyuburkan radikalisasi agama dan fundamentalisme tanpa arah.

”Negara akan terganggu stabilitasnya kalau polisinya kurang tegas dan terkesan melakukan pembiaran,” kata pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar, KH Najib Buchori.

Revolusi moral

Soal pemberantasan korupsi, kata Nusron, masalah ini harus menjadi legacy pemerintah. Korupsi sudah menjadi penyakit yang akut sampai ke pelosok desa. Tidak hanya melibatkan DPR, pejabat pusat dan daerah, tetapi pejabat tingkat desa pun sekarang sudah terkena penyakit ini.

”Harus ada revolusi moral dan dan mental dalam memberantas korupsi,” katanya. (LOK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com