Kompetensi yang cukup menonjol lainnya adalah kompetensi kerja sama, komunikasi, dan mengambil risiko, yang di dalamnya termasuk melakukan kalkulasi secara ekonomi-bisnis, politik, dan sosial budaya.
Kompetensi kepemimpinan transformasional Alex Noerdin dapat ditelusuri dari fakta bahwa, saat ini, ia Gubernur Provinsi Sumatera Selatan yang ingin menjadi gubernur DKI Jakarta.
Ia memiliki visi tentang Jakarta. Ia erami visi tentang Jakarta itu dan siap menetaskannya dengan kemampuan dan pengalaman yang telah terasah di Musi Banyuasin sebagai bupati dan di Sumatera Selatan sebagai gubernur.
Ia merencanakan program yang akan membuat Jakarta layak huni berkelas dunia. Ia memvisikan dalam tiga tahun, ia dapat menjadikan Jakarta bebas macet, bebas banjir, dan manusiawi. Ia ingin membangun Jakarta dengan membuat program yang terbukti telah sukses dijalankan di Sumatera Selatan.
Meski berada di lingkungan birokrasi sejak tahun 1981, ia tidak terlalu birokratis, bahkan dikenal bisa memotong rantai birokrasi dalam program unggulannya, yaitu berobat dan sekolah gratis.
Di mata anak buah atau orang dekat yang bekerja dengannya, di balik sosoknya yang tinggi besar dan emosi marahnya yang meledak-ledak, Alex Noerdin dinilai sebagai figur yang dapat memberi contoh baik.
Ia tegas dan mampu mengajak untuk fokus pada tujuan. Jadi, saat menghadapi masalah, ia mampu memberikan kesan kuat kepada anak buahnya bahwa ia seorang pemimpin yang dapat diandalkan. Tak heran, ia mendapat dukungan dari anak buah.
Kompetensinya untuk memberikan rangsangan intelektual tak terlalu menonjol. Namun, ia menganggap penting pendekatan atau kajian berdasarkan kepakaran. Contohnya, sekitar lima bulan sebelum resmi memutuskan maju menjadi calon gubernur DKI Jakarta, ia membentuk tim untuk mengkaji masalah Jakarta: tim banjir, tim macet, tim sosial, dan tim ekonomi. Ia libatkan sejumlah pakar untuk melakukan kajian tentang Jakarta.