Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surono, Menjaga Gunung dengan Hati

Kompas.com - 27/06/2012, 14:37 WIB

Harian Kompas memberikan penghargaan kepada lima cendekiawan yang dipandang memiliki dedikasi. Penghargaan ini dimulai sejak 2008. Tahun ini penghargaan diberikan kepada Ny Julie Sutardjana (90); Surono (57) atau Mbah Rono—ketika Gunung Merapi meletus tahun 2010 namanya tidak kalah populer daripada Mbah Maridjan (almarhum); Daoed Joesoef (85); Mochtar Pabottingi (66); dan Mona Lohanda (64), peneliti di Arsip Nasional Republik Indonesia yang hasil ketekunannya soal Batavia tak akan dilewatkan para pemerhati Jakarta kuno. Inilah sosok Surono.

_______________________________________

KOMPAS.com - Di sebuah pusat perbelanjaan di Bandung, Sabtu (23/6) sore. Surono (56) tengah duduk berhadapan dengan istrinya di sebuah kedai kopi. Akhir pekan merupakan kesempatan baginya bersama istri yang selalu ditinggalkan bertugas.

Semua pengunjung di sekitar tampak asyik bercengkerama. Namun, Surono malah asyik mencermati tiga telepon genggamnya satu per satu. Sementara istrinya menunggu sambil sesekali mengamati suami di hadapannya.

Tiga telepon seluler yang berjejer di atas meja adalah media akses untuk memantau laporan pengamatan anak buahnya, menghubungi ke kantor pusat, dan melaporkan ke atasannya. Meja kedai itu seketika berubah menjadi meja kerja.

Empat gunung api yang tengah berstatus Siaga memang telah menyita waktunya bersama keluarga. Sebab, Surono, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM, harus segera mengubah status gunung itu menjadi Awas jika gunung menunjukkan peningkatan aktivitas.

Apabila itu terjadi, ia harus cepat mengeluarkan surat resmi yang dibubuhi tanda tangannya untuk dikirim ke kepala daerah yang daerahnya terdampak. Berdasarkan surat ”sakti” ini, semua pihak terkait, termasuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana, kemudian mengerahkan bantuan ke lokasi.

Dalam kondisi demikian, Surono mengakui sering mengalami stres. Apalagi jika sampai gunung api itu naik ke status Awas, ia pun kadang bisa dihinggapi insomnia, tidak tidur selama beberapa hari.

Mengurusi ratusan gunung memang membuat waktunya habis tersita. Setiap hari, ayah dua putra ini harus pulang di atas pukul 21.00. Tidak jarang pula ia harus keluar kota dalam waktu beberapa hari menuju lokasi gunung yang tengah ”mengancam”.

Mendampingi profesor

Jalan hidup Surono mungkin tidak akan sampai ke gunung apabila ia tidak mendampingi seorang profesor dari Belanda pada tahun 1982 untuk meninjau Gunung Galunggung yang baru meletus. ”Ketika itu banyak penduduk yang mengungsi dan mendadak jatuh miskin karena seluruh harta benda mereka hilang ditelan bumi,” ujarnya.

Melihat dampak letusan gunung berapi itu, tak lama Surono mengajukan surat pengunduran diri sebagai dosen Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB) yang ditekuninya. Ia lalu mendaftar di Badan Geologi.

Cita-citanya ketika itu adalah menerapkan teknik fisika untuk memantau perilaku gunung berapi. Dengan mengembangkan teknik pemantauan gunung berapi, setiap perubahan perilakunya dapat diketahui. Hal ini berguna untuk mengembangkan mitigasi bencana gunung api sehingga korban jiwa akibat bencana letusan dapat ditekan.

Gunung Kelud di Jawa Timur ibarat kawah candradimuka, yang menggodok kepakaran Surono soal gunung api. Kelud mengantarkan Surono meraih gelar master dan doktor dari Université Joseph Fourier, Grenoble, Perancis, karena penelitiannya tentang instrumen akustik untuk memantau kondisi Kelud saat gunung itu meletus pada tahun 1990. ”Kelud adalah titik balik bagi saya, juga bagi PVMBG,” kata Surono.

Selain pengamatan secara ilmiah, menurut Surono, kearifan lokal pun perlu menjadi dasar pertimbangan. Meneliti aktivitas gunung berapi dengan mengukur parameter bising akustik menjadi obyek penelitian doktornya.

Ketika mengalami tekanan yang sangat tinggi oleh magma, batuan itu seolah ”menjerit” yang ditunjukkan dengan keluarnya frekuensi yang sangat tinggi. Hal inilah yang menyebabkan banyak binatang berperilaku aneh dan pergi menjauh dari sekitar gunung. ”Perubahan perilaku binatang ini dapat menjadi indikator untuk upaya peringatan dini,” ujarnya.

Membaca alam dengan dasar fisika, itulah yang mendasari anak seorang peternak sapi di Sidareja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, ini mendalami ilmu tersebut di ITB tahun 1976. Pilihannya menjadi peneliti kegunungapian merupakan profesi yang langka. Sebab, tidak banyak mahasiswa yang tertarik menekuni bidang pekerjaan yang sulit dan tidak menjanjikan pendapatan memadai.

Internet diputus

Keprihatinan Surono adalah terbatasnya infrastruktur dan tenaga ahli untuk pemantauan gunung api. Indonesia yang memiliki 127 gunung berapi hanya memiliki 45 pengamat gunung api sehingga satu orang harus memantau lima gunung api. Kondisi sebaliknya terjadi di Jepang. Satu gunung dipantau lima pengamat dan satu di antaranya berpredikat profesor.

”Kita punya gunung api terbanyak di dunia, tetapi alat pemantauan dan tenaga ahlinya sangat minim,” kata Surono.

Sebagai pejabat, Surono memang tidak mau menutupi fakta dan masalah yang dihadapinya. Suatu malam, kami bertemu di pusat pemantauan gunung api seluruh Indonesia di kantornya, Bandung. Surono terlihat geram karena dia tidak bisa memantau aktivitas gunung-gunung api yang sebagian di antaranya menunjukkan peningkatan aktivitas.

”Jaringannya diputus. Internetnya tidak dibayar. Beritakan saja, Mas, biar publik tahu,” kata Surono.

”Negara ini hanya mau bayar murah, tetapi maunya selamat,” katanya.

Meski menghadapi banyak kendala, Surono terus berusaha mengembangkan kemampuan terutama staf yang membantunya dalam hal pemantauan dan mitigasi bencana. Saat ini di pusat pemantauan yang dipimpinnya terjadi kesenjangan pengetahuan dan pengalaman antara tenaga senior dan yunior. Hal ini kadang menimbulkan kendala di lapangan.

Penambahan tenaga pengamat kerap kali diusulkan Surono kepada pimpinan. Namun, hal ini belum juga dikabulkan. Ia menyadari kendala yang dihadapi, selain persoalan dana, ketertarikan orang terhadap pekerjaan sebagai pengamat gunung api memang rendah.

Sejak tahun 2006, ia memegang jabatan sebagai Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Kini ia merasa sudah waktunya untuk istirahat. Karena itu, ia telah menyiapkan penggantinya kelak.

”Kalau nanti tidak aktif lagi, saya pasti akan patah hati,” ujarnya. Belum ada bayangan dalam benaknya apa yang akan dilakukan kelak jika telah pensiun.

Selama menjadi Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, dengan rendah hati Surono mengakui mengalami beberapa kali kegagalan. ”Saya sedih jika sampai ada korban jiwa pasca-peringatan yang dikeluarkan,” kata Surono.

”Berarti saya gagal meyakinkan warga pada kondisi bahaya yang ada dan meminta mereka untuk mengungsi,” ujarnya.

Meski begitu, ia terus berupaya mengembangkan kemampuannya, termasuk dalam hal nonteknis berdialog dan melakukan pendekatan kepada masyarakat. Surono, menjaga gunung api dengan hati....(Try Harijono & Ahmad Arif)

 

 

 

Nama

:

Surono

Lahir

:

Cilacap, Jawa Tengah, 8 Juli 1955

Istri

 

Sri Surahmani (46)

Anak

:

1. Amy Rahmawati (28)

2. Bestri Aprilia (21)

Pendidikan

:

S-1 Institut Teknologi Bandung, Jurusan Fisika (1982)

 S-2 dan S-3 Université Joseph Fourier, Grenoble, Perancis, Programme Mecanique Milieux Geophysique et Enveronnement (1986-1992)

Pekerjaan

:

Bekerja di lingkungan PVMBG (dulu Direktorat Vulkanologi), Kementerian ESDM, sejak 1982

Kepala Subdirektorat Mitigasi, Bencana Geologi (2003)

Kepala PVMBG (2006)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Psikolog Forensik: Laporan Visum Sebut Vina dan Eky Mati Tak Wajar, Tak Disebut Korban Pembunuhan

    Psikolog Forensik: Laporan Visum Sebut Vina dan Eky Mati Tak Wajar, Tak Disebut Korban Pembunuhan

    Nasional
    Bamsoet Janji Bakal Hadir pada Sidang Lanjutan MKD soal Isu Amendemen

    Bamsoet Janji Bakal Hadir pada Sidang Lanjutan MKD soal Isu Amendemen

    Nasional
    Calon Penumpang Pesawat Diminta Datang 3 Jam Lebih Awal ke Bandara Imbas Sistem Imigrasi Alami Gangguan

    Calon Penumpang Pesawat Diminta Datang 3 Jam Lebih Awal ke Bandara Imbas Sistem Imigrasi Alami Gangguan

    Nasional
    KY Sebut Tak Terdampak Ganguan PDN

    KY Sebut Tak Terdampak Ganguan PDN

    Nasional
    Prabowo Kumpulkan Ketum Parpol KIM Plus Erick Thohir di Kemenhan, Bahas Apa?

    Prabowo Kumpulkan Ketum Parpol KIM Plus Erick Thohir di Kemenhan, Bahas Apa?

    Nasional
    Polri Hormati Langkah Pihak Pegi Setiawan Ajukan Praperadilan

    Polri Hormati Langkah Pihak Pegi Setiawan Ajukan Praperadilan

    Nasional
    Prabowo Mangkir Panggilan PTUN soal Gugatan Bintang 4, Pilih Hadiri Penyematan Bintang Bhayangkara Utama Polri

    Prabowo Mangkir Panggilan PTUN soal Gugatan Bintang 4, Pilih Hadiri Penyematan Bintang Bhayangkara Utama Polri

    Nasional
    Respons Gerindra dan PAN Saat Golkar Sebut Elektabilitas Ridwan Kamil di Jakarta Menurun

    Respons Gerindra dan PAN Saat Golkar Sebut Elektabilitas Ridwan Kamil di Jakarta Menurun

    Nasional
    Gerindra Tak Paksakan Ridwan Kamil Maju di Pilkada Jakarta

    Gerindra Tak Paksakan Ridwan Kamil Maju di Pilkada Jakarta

    Nasional
    Rangkaian Puncak Haji Berakhir, 295 Jemaah Dibadalkan

    Rangkaian Puncak Haji Berakhir, 295 Jemaah Dibadalkan

    Nasional
    Gerindra: Memang Anies Sudah 'Fix' Maju di Jakarta? Enggak Juga

    Gerindra: Memang Anies Sudah "Fix" Maju di Jakarta? Enggak Juga

    Nasional
    Alasan Polri Beri Tanda Kehormatan Bintang Bhayangkara Utama ke Prabowo: Berjasa Besar

    Alasan Polri Beri Tanda Kehormatan Bintang Bhayangkara Utama ke Prabowo: Berjasa Besar

    Nasional
    Kuota Tambahan Haji Reguler Dialihkan ke Haji Plus, Gus Muhaimin: Mencederai Rasa Keadilan

    Kuota Tambahan Haji Reguler Dialihkan ke Haji Plus, Gus Muhaimin: Mencederai Rasa Keadilan

    Nasional
    Polri Klaim Penyidik Tak Asal-asalan Tetapkan Pegi Setiawan Jadi Tersangka Pembunuhan 'Vina Cirebon'

    Polri Klaim Penyidik Tak Asal-asalan Tetapkan Pegi Setiawan Jadi Tersangka Pembunuhan "Vina Cirebon"

    Nasional
    Menkominfo Janji Pulihkan Layanan Publik Terdampak Gangguan Pusat Data Nasional Secepatnya

    Menkominfo Janji Pulihkan Layanan Publik Terdampak Gangguan Pusat Data Nasional Secepatnya

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com