Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hanya Janji, Pimpinan KPK Kritik Komisi III soal Gedung Baru

Kompas.com - 20/06/2012, 17:55 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengkritik para politisi Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat terkait rencana pembangunan gedung baru KPK. Pasalnya, para politisi itu selalu mengaku mendukung pembangunan itu, namun tak pernah terealisasi.

Kritikan itu disampaikan Bambang saat rapat dengar pendapat di Komisi III DPR di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (20/6/2012). Selain Bambang, hadir pimpinan KPK lain yakni Abraham Samad, Busyro Muqoddas, dan Zulkarnain.

Awalnya, Bambang menyinggung usulan anggaran untuk pembangunan gedung baru KPK yang sudah berkali-kali disampaikan kepada Komisi III. KPK membutuhkan dana senilai Rp 160 miliar. Dengan jumlah karyawan saat ini yang mencapai 730 orang, kata dia, gedung KPK di daerah Kuningan, Jakarta Selatan, sudah tak lagi memadai. Apalagi KPK berencana menambah pegawai untuk memenuhi tuntutan masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

"Gedung yang ditempatkan KPK sekarang ini dibangun tahun 1981. Jadi usianya sudah hampir 31 tahun. Kebutuhan tambahan penyelidik 44 orang, penyidik 20 orang, jaksa penuntut umum 26 orang, di bidang pencegahan dan Kesekjenan kurang lebih 100 orang," kata Bambang.

Para politisi Komisi III seperti Ahmad Yani, Syarifuddin Sudding, Nudirman Munir lalu mengaku mendukung KPK memiliki gedung baru. Mereka sadar bahwa gedung saat ini tak lagi mungkin menampung tambahan karyawan.

"Setuju kita ada pengadaan gedung. Tapi tidak harus dengan membangun. Banyak gedung yang dikelola Setneg yang nganggur. Sepanjang ada gedung yang bisa dimanfaatkan, kenapa tidak gunakan gedung itu?" kata Yani.

Bambang mengatakan pihaknya sudah mengirimkan surat ke salah satu lembaga negara agar bisa menggunakan gedung yang sedang dipakai. Pasalnya, kata dia, lembaga negara itu akan pindah gedung. Surat permintaan itu sudah disampaikan sejak November 2011. Namun, sampai sekarang tidak ada jawaban.

Terkait pengakuan dukungan dari para politisi, Bambang lalu bereaksi. "Kami ucapkan syukur kepada kolega-kolega yang tadi jelaskan mendukung. Tapi pernyataan itu sudah beberapa kali kami dengar, ingin mendukung, ingin mendukung, dan ingin mendukung terus. Ini bagus sih untuk support kami. Tapi itu kurang Pak Ahmad Yani kalau cuma mendukung-mendukung terus. Coba tolong dibuktikan kapan konkritnya," kata Bambang.

Para politisi lalu memakai alasan tak hadirnya pihak KPK ketika rapat membahas anggaran di Hotel JW Marriot akhir pekan lalu. "Kita sudah siapkan waktu dua hari untuk mitra kerja Komisi III. Tapi ternyata dari KPK tidak hadir. Apanya yang mau kita bahas? KPK sendiri tidak merespon niat baik kita," kata Sudding. Beberapa politisi lain juga menyinggung hal yang sama.

Atas pernyataan itu, Bambang mengatakan, pihaknya memang menerima surat undangan rapat. Namun, undangan dari DPR itu hanya melalui pesan singkat (SMS) tanpa ada surat resmi. "Kalau kami diundang resmi, pasti kami hadir. Mana berani kami ingkari undangan DPR," ucap dia.

Dikatakan Bambang, pegawai KPK bisa kena sanksi jika hadiri acara resmi tanpa ada undangan resmi. Apalagi rapat itu membahas anggaran miliaran rupiah. Dia lalu mempertanyakan apakah undangan melalui SMS itu diperbolehkan di DPR. "Saya tak tahu tatibnya apakah boleh pakai SMS. Kalau boleh kami diberi buku tatibnya supaya kami pahami," ucap Bambang.

Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin mengatakan, dalam tatib DPR memang tidak diperbolehkan mengundang institusi lain melalui SMS. Aziz lalu memakai alasan bahwa sebelumnya sudah ada komitmen bersama dengan seluruh mitra kerja Komisi III agar siap menghadiri undangan sewaktu-waktu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

    Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

    Nasional
    JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

    JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

    Nasional
    Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

    Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

    Nasional
    Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

    Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

    Nasional
    Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

    Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

    Nasional
    Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

    Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

    Nasional
    Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

    Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

    Nasional
    Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

    Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

    Nasional
    Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

    Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

    Nasional
    KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

    KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

    Nasional
    Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

    Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

    Nasional
    'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

    "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

    Nasional
    Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

    Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

    Nasional
    Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

    Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

    Nasional
    Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

    Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com