Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah Rapat Minggu Malam di Rumah Wapres...

Kompas.com - 15/06/2012, 04:43 WIB

Di rumah dinas Wakil Presiden Boediono, Minggu malam, akhir Mei lalu, digelar rapat. Hadir Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution, serta beberapa pejabat dan pengusaha.

Topiknya, soal melemahnya rupiah terhadap dollar AS. Rupiah akhir pekan itu jeblok ke Rp 9.656 per dollar AS, padahal pada Oktober 2011 rupiah masih bertengger di Rp 8.800 per dollar AS. Merosotnya rupiah membuat pasar panik.

Sumber Kompas yang enggan disebutkan identitasnya menggambarkan suasana rapat agak tegang. Wapres mengingatkan agar para pejabat lebih tepat menyikapi krisis Eropa yang dampaknya ke rupiah. ”Bukan cuma kebijakan, melainkan juga pernyataannya harus bisa membuat pasar confident,” tutur sumber itu, Senin (4/6).

Juru Bicara Wapres Yopie Hidayat membenarkan adanya rapat itu. ”Namun, bukan rapat mendadak. Itu rapat koordinasi,” ujar Yopie. Ia menepis soal Wapres menegur para pejabat.

Menurut dia, lemahnya rupiah merupakan gejala global. ”Dunia merasakan dampaknya. Kita mencari jalan bagaimana meminimalkan dampak krisis Eropa, termasuk ke rupiah. Pengalaman mengatasi krisis 2008 jadi pelajaran,” tutur Yopie.

Untuk menahan laju melemahnya rupiah, Yopie menyebut dua langkah. ”Selain menjaga fiskal, juga stabilitas bunga utang obligasi dan surat utang negara,” kata Yopie. Alhasil, kini rupiah mulai menguat meskipun belum stabil.

Rabu (13/6) sore, nilai tukar rupiah berada di posisi Rp 9.430 per dollar AS. Sehari sebelumnya, rupiah di posisi Rp 9.410 per dollar AS.

Darmin tak bersedia menyebutkan rupiah akan bergerak ke level berapa. Namun, ia tak suka rupiah terlalu melemah. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Suryo Bambang Sulisto menyatakan rupiah masih ditoleransi di kisaran Rp 9.300-Rp 9.500 per dollar AS. Adapun Menteri Perindustrian MS Hidayat berharap rupiah tetap stabil di angka Rp 9.300 per dollar AS.

Melemahnya rupiah terjadi sejak tahun 1999 saat Indonesia kelebihan likuiditas akibat kucuran obligasi rekapitalisasi, yang juga bagian utama meredam krisis moneter. Saat itu, rupiah terus terpuruk karena banyaknya likuiditas tak diiringi instrumen keuangan untuk menyerapnya.

Untuk menahan kelebihan likuiditas, BI menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia dan term deposit (instrumen valuta asing berjangka). Likuiditas pun turun dari Rp 500 triliun ke Rp 330 triliun. Sejak September 2011, BI menstabilkan rupiah. ”Kami menyedot rupiah dengan melepas dollar AS sehingga menguras cadangan devisa,” ujar Darmin. Cadangan devisa BI pun melorot dari 114,5 miliar dollar AS per September 2011, menjadi 111,5 miliar dollar AS, akhir Mei lalu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com