Hari Selasa (5/6) KPK memeriksa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dari Joko Widodo yang berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama serta Hendardji Soepandji yang berpasangan dengan A Riza Patria.
”Kami cek lapangan dua sampai tiga kali atas laporan yang disampaikan Pak Jokowi (panggilan Joko Widodo). Sejauh ini untuk pemeriksaan fisik tidak ada masalah,” kata Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK Cahya Hardianto, di Solo, kemarin.
Dalam kesempatan itu, Jokowi yang juga Wali Kota Solo itu membeberkan harta kekayaannya secara terbuka seperti yang dituangkan dalam LHKPN.
Dijelaskan, dibandingkan LHKPN tahun 2010 terdapat peningkatan harta kekayaan sebesar Rp 8,78 miliar, yakni dari Rp 18,469 miliar menjadi Rp 27,255 miliar ditambah 9.876,23 dollar AS. Peningkatan paling besar terjadi pada harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan yang nilainya Rp 23,77 miliar.
Saat akan menjadi Wali Kota Solo pada 2005, total kekayaan Jokowi yang berlatar belakang eksportir mebel ini senilai Rp 9,598 miliar ditambah 25.067 dollar AS.
Sementara itu, harta bergerak yang terdiri atas alat transportasi, logam mulia, batu mulia, barang seni, barang antik, dan usaha senilai Rp 1,46 miliar. Untuk surat berharga Rp 501 juta. Uang tunai, deposito, tabungan, giro, dan setara kas lainnya Rp 1,5 miliar dan 9.876,23 dollar AS. Tidak ada piutang dan utang.
”Kenaikan harta kekayaan karena peningkatan NJOP (nilai jual obyek pajak). Meski begitu, ada juga pabrik, gudang, dan mobil yang saya jual,” kata Jokowi.
Terkait penghasilan sebagai penyelenggara negara, setiap tahun bernilai Rp 161,45 juta. Namun, penghasilan dari jabatan itu tidak pernah diambilnya. Penghasilan dari kekayaan yang dimiliki Rp 561,64 juta, sedangkan pengeluaran per tahun Rp 570,71 juta.